Tanggung Jawab Legacy Terbaik bagi Peserta Didik

tanggung-jawab-legacy-terbaik-bagi-peserta-didik

"Duh, hampir aja." Seorang guru bicara pada sahabatnya di ruang guru. Ia pun bercerita tentang anak yang hampir saja tersambar truk gara-gara lompat pagar. Aktivitas bolos yang melanggar tata tertib sekolah ini sangat tidak terpuji dan berbahaya bagi keselamatan siswa tersebut.

Perilaku tidak baik tersebut merupakan bentuk kurangnya rasa tanggung jawab siswa pada dirinya. 

Sehingga, aku pun berpikir bahwa menumbuhkan rasa tanggung jawab merupakan legacy terbaik bagi peserta didik. Lalu, apa sih arti dan kenapa tanggung jawab itu penting bagi peserta didik? 

Okey, aku akan ceritakan pengalamanku selama mengajar peserta didik di SMK selama beberapa tahun ini. Pengalaman ini mungkin ada kaitannya dengan alasanku mengatakan bahwa menumbuhkan rasa tanggung jawab pada peserta didik dapat dijadikan legacy.

Namun, sebelumnya, kita cek dulu pengertian tanggung jawab ya.

Apa sih tanggung jawab itu?

Sederhananya sih, tanggung jawab adalah melakukan tugas dan kewajiban dengan baik. Kita juga dapat mengartikan tanggung jawab sebagai keadaan wajib menanggung risiko atas perbuatan yang kita lakukan atau tidak lakukan sesuai dengan kesepakatan yang sudah dilakukan sebelumnya.

Sebagai contoh, saat anak mendaftar sekolah, orang tua murid/ wali murid dan siswa akan menyetujui kesepakatan tata tertib sekolah dengan menandatangani surat perjanjian bermaterai. 

Dalam kesepakatan tersebut, tertera kesediaan orang tua/ wali murid dan siswa untuk mentaati aturan dan tata tertib sekolah. Aturan dan tata tertib sekolah biasanya berisi kewajiban dan tanggung jawab peserta didik.

Tujuan kesepakatan tersebut adalah agar orang tua/ wali murid mengetahui, mengerti dan menyadari hak dan kewajiban anak sebagai peserta didik. Setelah itu, harapannya peserta didik tersebut dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik.

Contoh Tanggung jawab peserta didik di sekolah

Meskipun sudah lama nggak sekolah, aku masih ingat tanggung jawab saat bersekolah dulu. Tentunya, itu dikarenakan aku seorang guru ya? wkwk. 

Salah satu contoh tanggung jawab saat bersekolah yang aku ingat adalah datang tepat waktu. Kewajiban yang dulu kadang-kadang lalai aku lakukan. Ah, aku jadi malu wkwk.

Dan, sebagai akibatnya adalah aku dihukum bersih-bersih kantor wkwk. 

Nah, sebagai guru dan wali kelas, aku sekarang sering memberikan nasihat bagi peserta didik yang tidak hadir tepat waktu di sekolah. Aku menyampaikan risiko bagi seseorang yang memiliki kebiasaan terlambat. Apalagi, sebagai anak SMK, mereka dipersiapkan untuk menjadi lulusan yang siap kerja. 

Nah, kalau terbiasa terlambat, bagaimana bisa bekerja dengan baik? Jangan sampai, pas sudah bekerja, dipecat atau dipotong gajinya karena terlambat. Duh, nggak enak kan? 

Dan, selain datang tidak terlambat, peserta didik memiliki tanggung jawab lain yang wajib dipatuhi , seperti:

1. Menggunakan seragam sesuai jadwal sekolah
3. Mengenakan atribut sekolah, seperti: topi, dasi, badge, dan lain-lain.
4. Mengikuti proses pembelajaran sesuai jadwal yang telah dibuat sekolah.
5. Patuh pada guru dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik.
6. Mengikuti kegiatan eskul sekolah yang diminati agar peserta didik dapat mengasah minat dan bakatnya.
7. Mengenakan seragam sekolah dengan rapi, berambut pendek bagi anak laki-laki.

Kewajiban di atas biasanya terpampang jelas di poster besar yang dipajang di dinding sekolah. Sehingga, siswa nggak punya alasan untuk lupa atau tidak tahu dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai peserta didik.

Arti tanggung jawab bagi Peserta Didik

Aku selalu ingat ucapan kepala sekolah bahwa tanggung jawab guru SMK itu bukan hanya meluluskan siswa, tapi juga membantu mereka untuk dapat bekerja di dunia industri. Tugas besar yang nggak mungkin tercapai tanpa kerja sama dari semua pihak.

Dulu sih, aku sempat berpikir bahwa peserta didik akan sukses hidupnya saat nilai di raportnya bagus. Bahkan, parahnya, aku kita seorang anak itu keren, kalau ia selalu jadi penurut dan diam di kelas. Pemikiran yang mungkin harus aku rekonstruksi ulang.

"Nggak nyangka lho. Anak itu sekarang sukses buka bengkel besar di Morotai. Udah buka cabang lagi." Itu kata teman saat ke sekolah. Wajahnya cerah. Ia bilang, servis mobilnya gratis karena pemilik bengkel adalah alumni sekolah.

Wah, rasanya ikut senang. Namun, sejak itu pemikiranku berubah. Aku nggak lagi melihat anak yang terlihat aktif sebagai anak yang bermasalah. 

Kenapa?

Karena aku pikir anak-anak tersebut mungkin nggak menemukan jawaban atas pertanyaan yang ia miliki di sekolah. Atau sekolah tidak memiliki fasilitas yang memadai atas semua bakat yang anak-anak miliki. 

Sebut aja untuk eskul, di sekolahku hanya ada eskul sepak bola, tari, voli, silat, pramuka, dan paskibra. Sementara eskul lain, belum dapat difasilitasi dengan alasan keterbatasan dana dan lain-lain. Sehingga, anak-anak dengan minat dan bakat lain tidak memiliki kesempatan untuk menyalurkan bakatnya di sekolah.

Karena itulah, pemikiranku lebih terbuka sekarang. Dalam setiap kegiatan PPK (Pendidikan Penguatan Karakter) yang aku dan teman-teman lakukan, kami lebih menekankan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab. 

Sederhananya sih, aku menyampaikan seperti ini,

"Urus urusanmu sendiri."

Contoh sikap yang kuberikan adalah

1. Merapikan tempat tidurmu sendiri
2. Mencuci bekas makanmu sendiri
3. Mencuci bajumu sendiri
4. Beribadah pada Tuhan

Keempat sikap tanggung jawab ini, menurutku bisa jadi awal pencapaian yang bisa memberi stimulus kesuksesan siswa di kelas. 

Bukankah kesuksesan kecil bisa jadi awal kesuksesan yang lebih besar?

Kenapa peserta didik harus memiliki rasa tanggung jawab?

Setiap manusia mengalami beberapa fase penting dalam hidupnya. Salah satunya adalah masa sekolah yang memiliki tantangan sesuai dengan zamannya. 

Artinya, kita nggak bisa membandingkan zaman sekarang dengan zaman saat kita bersekolah dulu. 

Tapi, apakah peserta didik tetap harus memiliki rasa tanggung jawab?

Yups. Benar sekali. Peserta didik wajib memiliki rasa tanggung jawab disesuaikan dengan level usia dan tingkatannya dalam belajar. Seperti anak SD yang memiliki level tanggung jawab lebih sederhana dibandingkan anak SMP. 

Sehingga, menanamkan rasa tanggung jawab bagi peserta didik ini dapat membantu mereka untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan hidup yang lebih besar. 

Aku sih membayangkan bagaimana guru atau orang tua dari  Putri Ariani dalam menumbuhkan rasa tanggung jawab pada penyanyi Indonesia yang sudah mendunia ini. Kesuksesan seorang Putri, pastilah nggak terlepas dari peran orang tua dan guru dalam membimbingnya untuk mencapai impian. 

Begitu pun bagi seorang anak yang melakukan tindakan tidak terpuji, seperti tawuran. Anak tersebut harus bertanggung jawab dengan menerima konsekwensi perbuatannya. Dalam beberapa kasus ringan, si anak akan dimintai kesaksiannya di hadapan penyidik kepolisian di kantor polisi. Namun, dalam kasus lebih berat, anak tersebut bertanggung jawab dengan menerima hukuman di hotel prodeo.

Dalam PPK atau diskusi yang aku lakukan bersama siswa, biasanya kami membahas isu-isu tawuran yang kerap terjadi belakangan ini. Aku menggambarkan risiko bagi siapa pun yang lalai melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar.

Selain contoh tersebut, aku pun mengajak mereka memperhatikan orang sukses di sekitarnya. Bagaimana tanggung jawab ini mempengaruhi seorang anak dalam berperilaku. Kalau kata seorang siswaku sih begini, "Bu, saya memang nakal, tapi saya sih nggak mau nyusahin orang tua. Gini-gini, saya masih punya tanggung jawab."

Dan, anak ini selalu jujur kalau melakukan kesalahan, seperti bolos pas pelajaran, terlambat masuk kelas dan lain-lain. Ia berani mengakui perbuatannya dan menanggung risikonya. Salut, sih. Tapi, kadang gemes juga. Kok, bisa diulang-ulang wkwk.

Sehingga, aku pun memanggil orang tuanya dan berdiskusi dengan mereka. Harapanku sih, di rumah, orang tua dapat mengajak anaknya tersebut untuk sharing tentang pentingnya rasa tanggung jawab sebagai seorang anak, siswa, anggota masyarakat, dan hamba Allah. Aku yakin, dengan komunikasi baik yang terjalin ini, anak dapat memahami bahwa tanggung jawab merupakan filosofi hidup bagi seorang manusia.

Karena bukankah mahluk lain nggak memiliki privilege tanggung jawab seperti kita? Paling nggak, aku belum pernah menyaksikan pengadilan ayam, karena ia mencuri jagung tetangga. Konsekwensinya sih bukan pada ayam, tapi pada manusia sebagai pemilik ayam.

Meskipun mungkin, tanggung jawab dan budaya kerja beberapa hewan pun, ada yang dapat dijadikan bahan perenungan. Sebut aja, lebah, semut, dan lain-lain. Namun, tentunya, budaya kerja hewan nggak akan lebih rumit dari budaya kerja kita.

Tanggung jawab juga erat kaitannya dengan budaya kerja yang diptaktikkan di dunia usaha atau dunia industri. Budaya kerja yang merupakan nilai, karakteristik, dan atribut yang dimiliki oleh perusahaan dan dijalankan oleh pekerja. 

Budaya kerja yang masuk dalam mata pelajaran wirausaha dan P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) ini secara praktik dicontohkan dalam kegiatan di kelas, seperti: 

1. Menyesuaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu
2. Berani mengakui kesalahan, menerima konsekwensi dari perbuatan sebagai usaha perbaikan
3. Mengatasi masalah dengan segera
4. Komitmen dengan tugas yang diberikan

Aku pikir dengan legacy tanggung jawab yang tertanam pada peserta didik akan menjadi modal utama untuk kesuksesan anak di masa depan.

Tanggung jawab legacy terbaik bagi peserta didik

Menanamkan rasa tanggung jawab pada peserta didik merupakan proses pembelajaran seumur hidup. Proses yang membutuhkan konsistensi usaha dari semua pihak, seperti guru, orang tua dan masyarakat.

Tugas ini nggak bisa dilakukan sendiri.

Harapannya, dengan menanamkan tanggung jawab sebagai legacy terbaik bagi peserta didik, kita dapat mempersiapkan generasi emas ini dalam menghadapi perubahan zaman yang serba cepat ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa