Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018
Hara mengetuk jemarinya di ujung meja. Bergumam mengikuti alunan lembut lagu “Yesterday” nya the Beattle. Ujung bibirnya naik ke atas, membentuk senyum tipis saat ia teringat pertemuannya dengan Doni sepuluh tahun lalu. Doni, cowok pertama yang   ia suka. Cinta pertamanya. Perlahan ia bergumam lirih mengikuti lyric lagu yang menyentuh ini. Yesterday, All my troubles seemed so far away, Now it looks as though they're here to stay, Oh, I believe in yesterday. Mata Hara menatap kartu undangan pernikahan di hadapannya. Lalu ia tertawa sambil mengusap matanya. “Ah, mataku berair. Pasti aku kelilipan. “ Hara bergumam sendiri. Tangannya merogoh handphone di sakuya yang berdering. “Hallo..” “Hallo, Hara. It’s me Doni. Sudah dapat undanganku?” Suara di seberang sana seperti tak terdengar. Hara merasa kepalanya ringan. Ia memijat dahinya dengan ujung telunjuknya. Kenapa dadanya terasa berat dan kepalanya terasa ringan saat mendengar suara Doni? “Sudah,” jawab Hara serak. Ia me
Saat menunggu bel berbunyi, kami membicarakan tentang gosip - gosip terhangat yang terjadi di sekitar kami. Lumayan, menghilangkan kebosanan. Hari ini kami membicarakan tentang harga kebutuhan hidup yang terus merangkak naik hingga menimbulkan keresahan. "Ah, yang penting barang - barang tersebut kan masih tersedia di pasar." kata pak Khalil sambil menyeuput kopinya yang mulai dingin. Aku nyengir, lupa kalau tadi ada lalat yang terbang dan hinggap di kopi itu. Ah, lalat itu pun ngin minum kopi. "Yah. yang penting kita masih bisa makan dan hidup." jawabku, Pak Khalil mengangguk. "Kopinya rasanya beda." Dahinya mengerut. "Tapi, enak juga. Aku hanya tertawa. "Untung aja kopi harganya tidak ikut naik ya." kataku. "Iya." sambung bu Ida, temanku yang lain. "Yang naik beras." kataku,"Tapi aku tak khawatir. Aku kan makannya hanya sesendok." "Sesendok tapi ping pindo," kata Ida. Aku tertawa sambil berjal