Arti Perjalanan Hidup dalam Sebuah Catatan Kecil di Bus

Hari itu aku pun sudah siap untuk berangkat ke Bandar Jaya. Matahari baru saja bersinar. Bapak sudah menghidupkan motor. Sudah siap mengantarku, hingga ke depan gang rumahku yang berjarak sekitar 15 meter. Dekat sih, tapi bapak nggak tega membiarkan aku berjalan sendirian sepagi ini. 

So, rutinitas ini  berlangsung hampir setiap pagi. Hidup sederhana yang kunikmati dengan biasa aja. Taken for granted. Saat itu aku belum sadar kalau aku begitu beruntung..

Anyway, setelah mengantarku, bapak akan pulang ke rumah dan bersiap untuk kembali ke pasar. Jualan. Sementara aku berdiri di pinggir jalan untuk menunggu angkutan umum Rajabasa berwarna biru. Angkot inilah yang akan membawaku ke terminal Rajabasa yang terkenal garang itu hehe.

Baiklah, aku akan mulai kisah yang memberi arti perjalanan hidup dalam sebuah catatan kecil ini. Perjalanan yang mungkin akan sedikit mengubah cara pandangku terhadap dunia ini. Dan, seperti yang ditulis Paulo Coelho dalam Brida, "People had been trying to understand the universe through love ever since the beginning of time."

That's why I'm still trying either..


arti-perjalanan-hidup-dalam-sebuah-catatan

Tipe manusia di terminal bus 

Mungkin, kamu nggak akan mengira jika di tengah hiruk pikuk terminal ini, terkadang kamu akan temukan dirimu sendirian. Bukan secara fisik, tapi secara batin. Sehingga, seolah kamu terpisah dari cosmos dan mengapung. Hingga, kamu bisa mengamati sekitarmu tanpa tendensi apa pun kecuali sebagai penonton.

Dengan kondisi ini, kamu bisa mengerti bahwa tipe manusia di terminal ini pun dapat mewakili keberadaan keseluruhan manusia yang melakukan perjalanan hidup berputar yang singkat di atas bumi.

Meski keakuratan tipe manusia ini pun masih merupakan misteri..

Mungkin, Coelho pun benar bahwa usaha pemahaman ini pun masih perlu waktu yang lebih panjang. Tapi, aku akan mengurai sedikit misteri ini untuk menjawab pertanyaan dalam hatiku.

1. Pengemudi kendaraan. Tentunya, kita bisa temukan pengemudi kendaraan yang biasa berada di belakang, depan, atau atas kemudi. Mereka bisa disebut sopir, driver, atau penyetir. Artinya merekalah yang bertanggungjawab mengendalikan dan mengarahkan kendaraan saat perjalanan. 

Di tangan sopir inilah, nasib perjalanan hidup penumpangnya berada. Jika sedikit saja lalai, maka hidup dan mati penumpang menjadi taruhannya. Nggak heran jika sifat sopir terlihat lebih percaya diri dibandingkan profesi lain yang ada di terminal.

2. Kenek. Sebagai pembantu dan tangan kanan sopir, kenek memiliki sifat yang patuh pada sopir. Kadang, seorang kenek pun dapat menggantikan posisi sopir saat diperlukan. Biasanya, kenek pun memiliki sifat yang ramah karena sering berkomunikasi dengan penumpang. Kenek diibaratkan pramugara darat kelas bawah yang mampu memberi layanan informasi dan tiket pada penumpang. Bisa dibilang, kenek ini serba bisa.

3. Penumpang. Sebagai konsumen dengan jumlah mayoritas dibanding sopir dan kenek, penumpang memiliki sifat yang nggak sabaran, mudah marah, dan suka bayar ongkos murah. Seperti aku yang lebih suka naik bus arah Bandar Jaya di luar terminal, agar bayar ongkos lebih murah. Biasanya sih, penumpang tipe ini nggak terlalu peduli dengan kenyamanan. Toh, perjalanan ini hanya sebentar. Yang penting kan sampai tujuan dengan selamat. Ya kan?

Oya, biasanya kalau kita naik di terminal kan pakai tiket standar. So, kalau mau lebih murah sih, kita bisa naik di bundaran Raja Basa. Bahkan ada penumpang biasa yang rela mengenakan pakaian dinas atau seragam, agar bisa bayar lebih murah lagi.

4. Pencuri. Eh, profesi ini di mana-mana ada ya? Bedanya sih hanya di pakaian aja. Untuk di terminal, mereka biasanya mengenakan pakaian layaknya penumpang biasa. Yah, seperti preman yang ada di film Preman Insaf itu lho wkwkwk. Dan, sifat mereka itu cenderung nggak tenang dan mencurigakan. Ya, bagi kamu yang biasa naik angkot, pasti bisa merasakan gelagat dari orang ini. Untuk jelasnya, bisa nonton film Preman Insaf deh haha.

5. Pedagang. Pasti pernah dengar ini kan? Cangcireng cangcireng...Bu,mas, mbak.. Pernah? Eh, belum ya? wkwkwk. Kalau belum, bayangin aja deh wkwk. Kalau di bus dan nggak mau beli jajanan di pedagang ini ya biasanya aku pura-pura nggak lihat atau mengangat tanganku dan bilang, "nggak mas." 

Untuk bus jurusan Bandar jaya-Terbanggi Besar, biasanya pedagang cangcireng ini meloncat naik bus di pertigaan Masgar, Gotong Royong, Gunung Sugih, Yukum Jaya, dan Poncowati. Wah, aku hapal banget ya. Maklumlah, namanya sering naik bus hehe.

Oya, sifat tipe ini adalah semangat, gesit, murah senyum, dan nggak mudah marah. Meski bulan puasa, misalnya, mereka nggak marah ada yang jajan dan makan. Lha, mereka kan yang jual jajanannya wkwk. Bagi mereka yang penting itu adalah duit.

6. Pengemis. Kalau kamu sedang duduk manis dan setengah mengantuk di bus, jangan heran kalau ada amplop kosong yang diletakkan di pangkuanmu. Lalu, di bagian depan bus, sambil berdiri seorang pria akan mengucapkan salam dan melanjutkan dengan ucapan mohon bantuan untuk masjid ini atau panti asuhan itu. Jika kamu berkenan, kamu bisa isi amplop. Lalu, ia pun akan turun dari bus setelah mengucapkan terima kasih dan mendoakan kita agar selamat sampai tujuan.

Hal ini kerap luput dilakukan oleh profesi yang lain. Tapi, aku nggak tahu ya? Bisa jadi kalau mereka pun berubah.

7. Pengamen. Sebagai penumpang kelas ekonomi, kita sering mendapati bus tanpa AC dan musik. Penghiburan kita hanyalah angin sepoi-sepoi yang bertiup dari jendela. Lha, kalau penumpang di sampingmu bau ketek, kamu hanya bisa merenungi nasib sambil menghitung waktu. Berharap sampai tujuan dengan cepat atau kapan ia segera turun. Untungnya, mungkin, kamu beruntung dan bertemu dengan pengamen dengan suara emas.

Ia akan menghiburmu hingga pemberhentian bus selanjutnya. Lalu, ia akan mengeluarkan bungkus permen dari plastik dan menyodorkannya di depan wajahmu. Kamu bisa isi kantung plastik itu dengan uang receh yang kamu punya. Jika nggak punya, kamu bisa menggeleng atau mengangkat tangan kananmu dan mengucapkan, "Maaf, mas." Lalu, ia juga akan turun setelah mengucapkan terima kasih dan mendoakan agar kita selamat sampai tujuan.

Begitulah, aku mengamati tipe-tipe orang di bus yang pernah kunaiki. Paling nyaman sih naik bus ber-AC, kita bisa tidur dari awal berangkat, hingga sampai tujuan. Nggak ada yang mengganggu kita, kecuali kenek yang membangunkanku kalau aku sudah sampai. wkwkwk. Yups, aku emang kadang-kadang pelor. Nempel molor wkwkwk.

Ah, pada akhirnya, seperti apa pun proses perjalanan hidup ini, kita harus berhenti ya? Nggak boleh berlama-lama di bus atau kendaraan sebagus apa pun itu. 

Seperti seorang manusia yang hidup di bumi ini, perjalanan singkat yang akhirnya menuju pada akhir. Tujuan. Dan, seharusnya kita pun bergegas seperti para penumpang di bus ini untuk makan seperlunya, atau berhati-hati di perjalanan, agar dapat tiba di tujuan dengan selamat.

Arti Perjalanan Hidup ini bagiku

Dalam perjalananku di bus, aku sering bertemu dengan berbagai macam penumpang. Dari pria, wanita, hingga anak-anak. Aku pun mendapati mereka dengan berbagai profesi dari guru, pelajar, tukang jamu, pedagang, hingga orang biasa. Ah, dengan mengamati mereka sesaat, aku bisa menebak profesi orang itu. Meski kadang juga nggak akurat wkwkwk.

Dari mereka jugalah, aku berusaha memahami arti perjalanan hidup ini bagiku. Pernah, aku ngobrol dengan seorang bapak-bapak. Aku nggak tahu namanya, tapi aku ngobrol dengannya sepanjang jalan dari Rajabasa hingga Bandar Jaya. Eh, emang kita suka gitu kan? Kita sering bertemu dengan seseorang, lalu ngobrol panjang. Tapi, kita nggak mengenal nama. Lalu, kita berpisah begitu saja. Nggak pernah bertemu lagi.

Anyway, bapak itu bilang bahwa, hidup itu seperti singgah minum kopi, mbak. Sebentar aja. jadi, nggak perlu terlalu ngoyo. Nikmati aja. 

Kata-kata yang sederhana itu menyesap di dadaku. Emang bukan kata-kata yang baru, karena aku sering mendengar kata-kata yang sama dengan redaksi berbeda. Namun, suasana perjalanan yang panjang dan hening, membuatku sering merenung tentang perjalanan hidupku hingga hari ini.

Filosofi Penumpang Bus

Ah, aku ingin memahami beberapa filosofi penumpang bus yang kerap kulakoni selama ini. Bagaimana ia tergesa di perjalanan, berhati-hati dengan barang bawaan agar nggak hilang, atau sekedar beristirahat untuk menyimpan tenaga.

Seorang penumpang, nggak akan berlama-lama untuk tinggal di bus. Ia akan segera turun saat sudah sampai tujuan. Lalu, nggak terlalu mengingat kejadian di bus secara detail. Penumpang hanya fokus untuk sampai tujuan dengan cepat dan selamat. 

Filosofi Sopir

Sebagai penentu kebijakan, sopirlah yang menentukan jalan dan arah kehidupan bagi orang lain. Layaknya pemimpin yang bertanggungjawab penuh bagi anak buahnya. Seperti diriku yang menjadi sopir bagi anggota tubuhku sendiri. Aku sajalah yang memegang kendali penuh ke mana arah perjalanan hidupku nanti.

Filosofi Kenek

Manusia emang penuh dengan ketidaksempurnaan dan ketidakberdayaan. Namun, dalam perjalanan hidup ini, kesadaran akan ketidaksempurnaan seorang kenek dapat ditutupi dengan usahanya untuk membantu sopir agar perjalanan lancar dan penumpang sampai dengan selamat. 

Seperti tubuh kita, tangan dan kaki itu adalah kenek yang selalu siap untuk jadi apa pun agar tuannya dapat memperoleh tujuan hidupnya. Sepasang kaki dan tangan akan mempermudah kita untuk melangkah, berlari, atau merangkak untuk mencapai keinginan sopir . Bagaimana pun caranya posisi kenek akan melengkapi sopir. Hingga keduanya mungkin tak terpisahkan.

Filosofi Pengamen 

Kita sering menemui jalan berliku dan suram, hingga setitik penghiburan seorang pengamen bisa jadi angin segar dalam hidup. Sesaat saja, kita pun dapat menjalani hidup sebagai pengamen dengan kesadaran bahwa jika dengan menghibur orang lain dapat membantu diri kita, maka itulah yang terbaik.

Catatan Kecil Perjalanan

Lalu, jika perjalanan di bus itu sementara, kenapa kamu lakukan berulang kali? Jika perjalanan itu kadang nggak menyenangkan bagimu, kenapa kamu lakukan? Apakah kamu bodoh? Apakah kamu nggak punya pilihan? Emang siapa yang memaksamu?

Ah, pertanyaan-pertanyaan itu mungkin pernah menggeliat di pikiranku. Namun, aku memahami bahwa semua jawaban pertanyaan itu pun akan menimbulkan pertanyaan baru. Seperti lingkaran yang nggak akan usai.

Namun, satu hal yang pasti bahwa apa pun aktivitas yang kita lakukan selayaknya dilandasi atas niat beribadah pada Allah semata. Dan, semuanya pasti akan baik-baik saja. Kita insyaAllah akan ikhlas dengan menjalani perjalanan hidup yang seolah begini-begini saja ini. Nggak akan menyesali apa yang telah berlalu dan nggak akan terlalu bahagia dengan pencapaian yang telah diraih. 

Toh, perjalanan ini masih terus terjadi. So, aku hanya akan bilang pada diriku sendiri. Terima kasih telah berjuang dan nggak putus asa. Terima kasih untuk terus melanjutkan perjalanan hidup ini hingga hari ini. Terima kasih..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa