Menumbuhkan Rasa Empati pada Anak di Sekolah

menumbuhkan-rasa-empati-anak-di-sekolah


Siang itu kami dikagetkan dengan seorang wali murid yang marah-marah di sekolah. Katanya, anaknya dipukul di kelas oleh teman sekelasnya. Aku tambah terkejut, karena kejadian ini terjadi di kelasku. X TKJ 1. Padahal, anak-anak tersebut dikenal memiliki sifat yang kalem.

Kejadian siang itu menyadarkan kami akan pentingnya menumbuhkan rasa empati pada anak di sekolah. Rasa yang merupakan wujud sifat kebaikan pada diri kita.

Karena orang tua sudah ada di kantor, aku pun menemuinya. Berusaha menenangkan emosi orang tua yang terlihat makin meninggi. Ia meminta untuk menemui anak yang terlibat. Dalam teks WhatsApp yang tertulis sih, seperti ingin main hakim sendiri. Tentu saja, kami berusaha mencegahnya, karena masalah ini masih bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Toh, kedua anak ini adalah teman sekelas yang sehari-hari bergaul dengan baik.

Selain itu, posisi anak di sekolah dalam perlindungan sekolah. Nggak ada seorang pun yang boleh mengusik kenyamanan siswa dalam belajar untuk menuntut ilmu. Bisa dibilang sekolah adalah tempat anak merasa aman untuk belajar dan bermain. Melatih dirinya untuk menjadi warga negara Indonesia yang baik.

Singkat cerita, kami memediasi pertemuan kedua orang tua siswa yang terlibat kejadian ini bersama anak-anak tersebut dan dua teman sekelas yang lain sebagai saksi. Meski pertemuan sedikit agak alot dan memakan waktu lebih dari dua jam, kedua wali murid akhirnya bisa berdamai. Begitu pun anak-anak mereka. 

Kami meminta kedua siswa untuk melaporkan pada sekolah, jika ada perkembangan dari peristiwa hari itu. Alhamdulillah, Keesokan harinya saat aku ke kelas, aku menemukan keduanya baik-baik saja. Seperti tidak ada kejadian apa-apa. Saat kulaporkan pada waka Kesiswaan, Ibu Dwi, beliau hanya tersenyum. "Namanya juga anak-anak, Bu. Tugas kita untuk membimbing dan mengawasi mereka." 

Aku hanya bisa menarik napas lega. Lalu, meminta kedua siswa tersebut untuk melaporkan keadaan mereka pada guru BK dan waka Kesiswaan.

Kenapa Peristiwa Bullying bisa terjadi di Sekolah?

Peristiwa perundungan atau bullying seperti di atas merupakan hal yang sering terjadi di sekolah. Sayangnya, nggak semuanya bisa terekam atau terdeteksi oleh guru atau pihak sekolah dan orang tua. Aku juga mengamati bahwa pelaku bullying nggak menyadari tindakannya ini merugikan orang lain. Ia merasa bahwa tindakannya itu hanya candaan.

Aku mengambil contoh dari beberapa candaan verbal yang dilakukan anak-anak di depanku saat pelajaran berlangsung, seperti: mengatai warna kulit temannya atau sekedar memanggil temannya dengan sebutan yang ia nggak suka. Sikap yang menimbulkan respon nggak nyaman di kelas. 

Sebagai guru, aku berusaha menegur anak tersebut dan memintanya untuk merenungi perilakunya dengan membaca istigfar bagi yang muslim dan berdoa sesuai keyakinannya bagi yang non-muslim. 

Beberapa alasan anak-anak melakukan bullying di kelas

Dunia anak adalah bermain dan belajar. Saat itulah anak-anak menjalani proses pendewasaan diri, baik mental maupun spiritual. Sayangnya, aku melihat pengawasan orang tua zaman ini nggak seintens orang tua dulu. 

Dampak positifnya adalah anak lebih bebas meneksplorasi bakat dan minatnya. Namun, dampak buruknya adalah kebebasan bersikap yang kebablasan. Anak-anak nggak mengetahui batasan hal yang bisa merugikan orang lain. 

Sebut saja peristiwa prank seorang remaja yang mengirim paket sampah pada warga transgender beberapa waktu lalu. Memang benar, tindakan ini nggak melukai tubuh atau membahayakan nyawa. Hanya candaan. Namun, tindakan ini menyakiti hati dan membuat nggak nyaman bagi orang lain. 

Untuk itulah, kita bisa mendefinisikan beberapa alasan anak melakukan perundungan. Tindakan yang merupakan wujud rendahnya empati.

  1. Merasa tindakannya hanya sekedar candaan atau iseng.  Bully nggak merasa tindakannya ini mengganggu kenyamanan korban. Sedihnya lagi, pelaku melakukan tindakan ini berulang-ulang.Berbeda dengan kisah siswaku yang terjadi tanpa sengaja. Pelaku merasa menyesal dan berjanji nggak akan mengulangi perbuatannya. Sementara itu, bully menyadari perilakunya tersebut dan merasa senang dengan tindakannya itu.
  2. Merasa dirinya lebih superior dibandingkan yang lain. Ia ingin orang lain mengetahui keberadaan dirinya. Biasanya, anak seperti ini berani mengganggu anak lain yang terlihat lebih lemah darinya.
  3. Merasa tindakannya tidak diketahui orang lain. Pelaku mengancam korban untuk tidak memberi tahu orang lain atas peristiwa yang menimpanya. Tindakan intimidasi ini biasanya berhasil menjadikan korban sasaran mudah. 
  4. Korban dalam posisi yang tidak bisa membela diri. Kasus ini terjadi pada seorang tua yang memiliki gangguan kejiwaan yang diganggu oleh kumpulan anak SMK. Tindakan tidak bermoral dan merusak sifat baik sebagai seorang manusia.
  5. Korban dianggap sebagai orang nggak penting. Pantas untuk di-bully. Seperti sekelompok anak yang membully seorang penyandang gangguan jiwa. Tindakan yang bikin aku mengurut dada. Atau kejadian di sekolah di mana seorang siswa mengganggu temannya yang memiliki kelemahan fisik. Rasanya bikin hatiku sedih.

Contoh Tindakan Perundungan yang dapat terjadi di Sekolah

  1. Memanggil nama teman dengan sebutan yang tidak disukai.
  2. Berkata buruk pada teman hanya karena marah
  3. Memukul fisik anak lain dengan atau tanpa alasan
  4. Memeras uang atau benda lain dengan paksa
  5. Memaksa anak lain untuk mengerjakan tugas atau PR
  6. Mengirim teks bernada tidak sopan/ kasar/ porno 
Sebenarnya banyak contoh sikap perundungan yang merupakan hasil dari sikap yang kurang berempati atas orang lain. 

So, apa sih empati itu? Apakah penting seseorang memiliki rasa empati? Kalau rasa itu belum muncul pada diri anak, bagaimana cara menumbuhkannya?

Pengertian Empati 


Empati merupakan kemampuan untuk ikut merasakan apa yang orang lain rasakan. Sebagaimana satu tubuh, jika ada yang terasa sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasakannya. Kal jasadil wahid. Demikin pemahaman seorang muslim yang kupahami. Term yang berasal dari sabda Rasulullah saw yang dinukil oleh Abu Musa ra. Konsep kebaikan yang universal.

Bukankah orang baik itu akan merasa sedih melihat orang di sekitarnya sakit atau tertimpa musibah? Seperti para donatur atau sukarelawan yang datang membantu saat bencana gempa bumi di Cianjur. Nggak peduli siapa pun korbannya, semua akan dibantu.

Selanjutnya, kita akan merasa bahagia saat melihat kebahagiaan orang lain. Ikut tersentuh dan tertawa bersama. Berusaha ikut berkontribusi untuk menjaga kebahagiaan itu. Seperti acara bahagia perkawinan yang menebarkan harapan dan kebahagiaan bagi orang di sekitarnya. 

Apakah penting seseorang memiliki rasa empati? 

Menurutku, sifat empati inilah yang membedakan kita dengan mahluk lain. Rasa yang timbul dari kasih sayang, karena Allah. 

Sifat empati ini begitu penting, hingga tercermin dalam firman Allah berikut;

"Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (QS. an -Nisa/ 4-8)

Dari ayat tersebut kita dapat memahami bahwa kasih sayang pada sesama dengan membantu mereka yang membutuhkan merupakan wujud rasa empati. Bentuk keimanan yang menandakan kita seorang yang beragama. 

Karena dalam setiap agama apa pun, pastilah mengajarkan kebaikan. Buktinya, aku akan mengutip kata-kata sederhana dalam alkitab bahwa Empathy is being the eye of another and feeling with the heart of another.  Ini dapat diartikan sebagai kemampuan untuk merasakan perasaan dan pikiran atau tindakan orang lain.

Dengan empati, kita akan hidup dalam keharmonisan dan kebahagiaan. Saling tolong menolong dalam kebaikan dan berusaha mencegah keburukan. Rasa peduli pada sekitar yang juga akan menumbuhkan kesehatan mental. 

Bagaimana cara menumbuhkan rasa empati anak?

Anak-anak belajar dari lingkungan sekitarnya. Mereka juga meniru sikap dan perbuatan orang-orang dewasa yang dekat atau contoh yang mereka lihat dari akses internet atau televisi. 

Untuk itulah, penting bagi orang tua atau guru untuk memperhatikan perkembangan anak. Selain tentunya menjadi model terbaik bagi anak untuk menumbuhkan rasa empati mereka.

Contoh sikap yang dapat menumbuhkan rasa empati anak adalah

  1. Bekerja sama untuk melaksanakan piket kebersihan kelas
  2. Mengunjungi teman yang sedang sakit
  3. Kerja kelompok untuk menyelesaikan tugas sekolah
  4. Bermain bola bersama di sekolah
  5. Mengikuti kegiatan Osis, Rohis, Pramuka, atau kegiatan lain di sekolah
Membimbing anak untuk menjadi seseorang yang berakhlak mulia adalah tugas semua orang, baik orang tua, guru, dan masyarakat sekitar. Di tangan kitalah generasi masa depan ini dititipkan. Seperti kata Pak Riyanto, "Rasa peduli pada anak adalah kunci menumbuhkan rasa empati anak."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa