Easy Way to Live Happy and Healthy Life for Schizophrenia Survivor

Easy-way-to-live-happy-and-healthy-life-for-schizophrenia-survivor

Aku masih dapat mendengar detak jantungku yang berdetak kencang. Bahkan, aku pun jadi sulit makan dan tidur jika mendengar kabar tentang adikku yang kambuh sakitnya.

Apalagi, aku ingat beratnya dulu saat pertama kali kambuh. Perlu waktu berbulan-bulan agar adikku bisa pulih seperti biasa.

Oya, kamu mungkin bingung ya sakit apa sih adikku hingga aku khawatir sekali? Yups, adikku adalah salah satu dari 1% penduduk dunia yang menderita sakit schizophrenia. Sakit mental yang membutuhkan pengobatan seumur hidup agar bisa hidup normal dan sehat.

Baca juga: Cara Mendapatkan Obat di Rumah Sakit Jiwa Pesawaran

Karena sulitnya proses kesembuhan adikku tersayang, aku sekeluarga pun mengadopsi easy way to live happy and healthy life.

However, mungkin kamu penasaran dengan schizophrenia ini ya? Dan, bagaimana keluargaku bisa bertahan dengan masalah ini?

Kapan sih seseorang terkena schizophrenia?

Menurut data, penderita schizophrenia lebih dominan pria dibandingkan wanita. Rentang usia penderita antara awal 20an hingga 30an.

Kalau si adik, terdiagnosa schizo di saat ia berusia 22an. Menjelang ia menyusun skripsi. So, bisa dibayangkan gimana bingungnya kan? Karena, ditengah sakitnya, si adik harus menyusun skripsi dan menemui dosen pembimbingnya.

Saat relapse itu, adikku menelpon dosen pembimbjngnya. Entah apa yang ia katakan. Untunglah, saudaraku yang lain melihatnya dan menutup telpon tersebut. Tentunya, setelah bilang bahwa yang menelpon tadi adalah keponakan yang nakal. 

Untuk mencegah insiden ini terulang, kami memutuskan untuk mencutikan si adik selama setengah tahun. 

Apa sih Schizophrenia itu?

Jujur aja, kami sekeluarga nggak tahu apa-apa tentang penyakit ini. Kami hanya menyadari tentang sikap adik yang makin diam, murung, sulit tidur, dan suka ngomong sendiri.

Melihat kondisinya, hati kami hancur. Rasanya, nggak terhitung malam-malam yang penuh air mata karena memikirkan keadaan si adik. Memohon pada Allah agar sakitnya disembuhkan.

Schizophrenia yang kasusnya sekitar 150 ribu setahun ini adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan berpikir, merasakan, dan berperilaku dengan baik.

Bagaimana sih Pengobatannya?

Penyintas schizophrenia akan membutuhkan pengobatan seumur hidup. Untuk si adik, sejak awal terdiagnosa,  ia rutin ke RS untuk berobat. 

Berbeda dengan di Lampung yang ambil obat hanya sebulan sekali, di Bekasi sih sesuai jadwal dokter. Kadang sebulan sekali, kadang seminggu sekali. Mungkin, disesuaikan dengan kondisi si adik yang baru saja melahirkan.

Kisah sekilas adik dan bayinya

Wah, kalimatnya panjang yak? Haha.. Sepanjang ceritaku yang akan kupersingkat aja supaya asyik.

Okey,  mungkin cerita adikku ini akan kumulai saat adik mulai mengandung ya? 

Saat itu bulan Desember. Tepat setahun kakak ipar meninggal. Dan, adikku mulai menunjukkan tanda-tanda relapse karena nggak minum obat. Ia takut, obatnya akan berpengaruh pada janin.

So, kebayang kan kondisi adik yang hamil muda itu? Malas makan, malas mandi, ngomong dan senyum sendiri, dan suka marah-marah. Aku sampai kasihan dengan suami si adik. Untung aja suami doi sabar sekali.

Karena nggak tega, kakaknya minta agar si adik dititip di rumahnya. Kebetulan si kakak ini lebih dekat dengan si adik dibandingkan dengan saudaraku yang lain. Ia bisa merawat si adik, hingga perlahan-lahan si adik pulih.

Lalu, ibu pun datang ke Bekasi dan menjemput si adik untuk pulang ke rumah suaminya. Sejak itu, ibu merawat adik yang kondisinya naik turun. Hingga, si bayi lahir prematur. Usia kandungan 8 bulan dan berat hanya 1,8 kg. 

Mengingat kondisi bayi, ia dirawat di NICU selama 20 hari. Sementara, si adik pulang ke rumahnya ditemani ibu. 

Singkat cerita, kondisi bayi dan adik perlahan pulih. Meski nggak menyusui bayi, kondisi bayi dan ibu bayi (adik) sehat. Alhamdulillah.

Easy way to live happy and healthy life for Schizophrenia Survivor

Emang bener kata orang, "it's okey I am not okey." Asalkan kita menerima kondisi kita. Ya kan?

Nah, penerimaan diri ini yang butuh proses panjang. So, kami punya tips simple untuk hidup bahagia dan sehat di kondisi sesulit apa pun.

1. Senyumin aja

Ya, kalau lagi bete, jangankan senyum ya? Ngomong aja malas. Tapi, coba aja disenyumin masalahmu itu. Pasti perlahan akan terasa ringan.

2. Tertawakan aja

Temanku sering bilang, "Kok, tertawa terus? Lagi seneng ya?" Padahal, hati ini menangis. Hingga, saat tertawa pun air mataku bisa mengalir. Untungnya, nggak ada yang tahu. Dan, rasanya hati ini sedikit lega setelah tertawa.

3. Nangis aja

Nah, kalau tertawa dan senyum nggak bisa, ya nangis pun boleh kok. Asalkan hati lega dan kita bisa menghadapi masalah dengan pikiran dan hati lebih lapang.

4. Curhatin aja

Belum lega juga? Kamu bisa curhat dengan orang terpercaya ya. Hati-hati cari pendengar lho. Jadi, masalahmu lebih ringan, bukan jadi tambah ribet.

5. Santai aja menghadapi masalah

Seperti masalah adikku, kami menghadapinya dengan santai. Nggak gupek. 

Kami sudah pasrah dengan kondisi si adik. Menerima dengan ikhlas.

Aku bersyukur, adikku sekarang terlihat lebih santai. Bahkan, ia bisa merawat si bayi dengan baik. Dan, tentu saja, kami rajin mengingatkannya untuk minum obat tiap hari.

Oya, hampir lupa. Sangking sehatnya, berat bayi setelah 6 bulan sudah mencapai 7, 3 kg dan berat si ibu bayi (adik) dari 58 kg, naik jadi 72 kg. Sehat, ya?! Hehe.. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa