Ekspresi Tawa Dulu dan Sekarang

Memperhatikan-ekapresi-dulu-dan-sekarang

 Melihat album lama yang berisi foto-foto zaman dulu membuatku senyum-senyum sendiri. Apalagi melihat ekspresi wajahku yang begitu sedih. Rasanya ingin tertawa. Aku pun membandingkan ekspresi tawa dulu dan sekarang. Aku ingin tahu seperti apa perubahan ekspresi tawaku.

Ternyata, foto memang bisa bercerita banyak. Karena memperhatikan foto-foto lama ini, aku bisa mengingat beberapa peristiwa yang terbenam lama dalam kenangan. Lucu, gembira, sedih, senyum, tawa, dan tangis tersimpan rapi dibalik sebuah foto. Sungguh ajaib ya?

Bahkan aku menemukan foto kecilku pada saat pernikahan salah satu om, adik ibuku di Pringsewu yang terpotong. Bukannya foto pengantin yang terlihat, justru foto aku dan saudaraku yang masuk frame. Jadilah, kami yang dapat foto itu saat sudah dicuci.

Aku ingat sekali saat itu kan gawai belum sepopuler sekarang. Aku pun nggak terbiasa difoto karena ada ungkapan dulu kalau difoto itu bisa mengurangi umur kita. Meskipun aku seperti anak-anak lain, percaya dan nggak percaya dengan takhyul itu.

Tapi, lambat laun aku berpikir. Kalau kata adikku sih, tiap hari umur kita memang berkurang. Bukan karena difoto.


Fotoku bersama saudara dan sepupu-sepupuku di rumah nenek (paling depan, nomor dua dari sebelah Kiri)

Memperhatikan ekspresi tawa yang terlihat di fotoku

Nah, bicara tentang tawa yang mungkin merefleksikan suasana hati seseorang, aku pun mengamati foto-fotoku. Aku bisa melihat perbedaan tawaku yang terlihat jelas di beberapa foto. Beberapa foto terlihat bebas dan ceria. Sedangkan foto yang lain, terlihat sedih dan ketakutan.

Lalu, kenapa ekspresi tawaku terlihat bebas saat berada di dekat ibuku?

Memang benar kata orang, seorang anak pasti dekat dengan ibu. Begitu pun aku. Hampir dalam setiap keadaan aku dan saudara-saudaraku selalu bersama ibu. Hingga, aku pun pernah mengunjungi salah satu keluargaku yang di penjara bersama-sama. Layaknya piknik saja. Dalam hatiku, aku akan  selalu aman saat bersama ibu di mana pun itu.

Ekspresi tawa yang berubah saat mulai bekerja

Kedekatan pada ibu menjadikan aku mengerti tentang sulitnya mencari uang. Beban yang mulai aku sadari sejak duduk di bangku SD. Untungnya, kepolosan mencegahku mengerti tentang arti kata mencari nafkah. Aku pun bisa menikmati masa anak-anak dengan gembira sambil membantu ibu berjualan di pasar.

Namun, kesadaran benar-benar muncul saat aku mulai bekerja. Sulitnya mencari kerja dan kecilnya gaji bulanan yang kudapatkan menjadikan ekspresi tawaku nggak sebebas sebelumnya.

Ekspresi Tawa setelah lebih dari 10 tahun bekerja

Bekerja sebagai guru adalah impianku. Aku begitu bahagia saat pertama kali bekerja sebagai guru di IEC Bandar Jaya di tahun 2004an. Gajiku saat itu sekitar Rp300.000.00 dan kuberikan semuanya pada ibuku. Aku bisa menghidupi diri dari gajiku di tempat kerja yang kedua. DCC Bandar Jaya. Jumlahnya sih hampir sama.

Memang, gajiku nggak besar. Tapi, aku bersyukur bisa bekerja di bidang yang aku sukai. Dalam obrolan dengan seorang teman, aku mengetahui banyak guru yang hanya dibayar kurang dari Rp100.000.00 per bulan. Itu pun dibayarkan tiga bulan atau enam bulan sekali. Akibatnya, guru tersebut harus mencari pekerjaan sampingan untuk menghidupi keluarganya.

Kenyataan yang kudengar dan saksikan sendiri menjadikan aku bersyukur. Bagaimana pun aku masih punya pekerjaan dan penghasilan sendiri. Hingga, aku pikir nggak layak untuk mengeluh.

Selanjutnya, rutinitas yang dilakukan bertahun-tahun pasti akan membuat seseorang merasa penat dan bosan. Ekspresi tawa pun nggak sebebas seperti saat pertama bekerja dulu. Tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab yang banyak pun membuat tawa dan senyum makin lenyap dari pandangan. Apalagi saat rapat tahunan yang melibatkan yayasan. Duh, rasanya wajah jadi kaku, karena tegang dan takut.

Bagaimana cara mengembalikan ekspresi tawa seperti dulu?

Cemas, khawatir, dan takut adalah perasaan yang dapat mengurangi ketenangan hati. Perasaan tersebut mengakibatkan tawa nggak terasa tulus dari hati. Rasanya seperti dipaksakan. Lalu, bagaimana caranya mengatasi perasaan cemas, khawatir, dan takut?

Orang bilang, cara termudah mengatasi perasaan cemas, khawatir dan takut adalah dengan mengikhlaskan segalanya pada Allah. Pasrah setelah berusaha semaksimal dan sebaik yang kita bisa lakukan. Karena rasa cemas, khawatir dan takut berlebihan nggak akan merubah keadaan, kita harus belajar untuk menerima keadaan. Hidup dengan baik.

Hidup ini adalah ketidakpastiaan. Cara terbaik agar dapat tertawa dan tersenyum dengan bebas seperti masa kanak-kanak dulu adalah dengan menerima kenyataan bahwa kita nggak bisa mengatur nasib dan keadaan, Tugas kita hanya terus bergerak, bekerja, berkarya, dan berdoa dengan tulus, karena Allah. Ikhlas dengan segala ketentuannya.

Seperti pandemi yang masih melanda dunia saat ini. Kita nggak bisa melakukan apa pun, kecuali taat prokes dan mengikuti peraturan yang berlaku. Nggak perlu terlalu cemas, tapi kita harus waspada. Menjaga diri dengan baik sambil terus berdoa pada Allah. Semoga pandemi ini lekas usai. Aamin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa