3 Cara Membenci Temanmu: Tip Mudah Bahagia

 

cara-membenci-temanmu-tip-mudah-bahagia

Mereka sudah berteman lebih dari tiga decade. Waktu yang nggak sebentar untuk saling mengenal luar dalamnya sifat masing-masing. Tapi, ternyata mengenal seseorang lebih sulit dari mengetahui dalamnya laut.

Siang itu Anton menggerutu tanpa henti. Teman yang ia kenal sejak SD menipunya jutaan rupiah dalam bisnis. Rasanya, ia ingin menjambak rambut beruban Adi, temannya itu. Lalu, menjeburkan tubuh kurus keriputnya ke laut. Anton begitu membenci temannya itu.

Sementara istrinya menggeleng-gelengkan kepalanya, Anton hanya mengatupkan bibirnya. Nggak mau mendengar ucapan istrinya tentang kebaikan Adi selama ini. Bagaimana pun, katanya, kalian berteman. Temuilah Adi.

Begitulah, Anton yang keras kepala. Ia berkeras membenci temannya. Sambil menata ulang bisnisnya. Berharap bisa bangkit lagi.

Setiap hari, Anton selalu membicarakan tentang pengkhianatan Adi padanya. Namun, saat ada yang mengomentari keburukan sifat Adi, Anton akan marah. Ia akan membentak orang tersebut, menghentakkan kakinya, dan membanting pintu.

3 Cara Membenci Teman: Tip Mudah Bahagia

Kasus Anton dan Adi ini sering terjadi di sekitar kita. Ayahku pun pernah mengalaminya. Berulang kali.

Sayangnya, ia nggak bilang langsung pada temannya bahwa ia membenci temannya tersebut. Di depan wajah temannya, ia bilang memaafkan. Tapi, ia terus-menerus menyimpan grudge (dendam) di hati. Bertahun-tahun ia masih sering marah terhadap temannya di depan keluarganya. Kami jadi pusing.

Well, aku mengerti kenapa ia nggak berani untuk jujur pada temannya itu. Ia takut hubungannya akan hilang. Nggak mau memutus hubungan selama ini.

Aku jadi berpikir, kalau seperti ini hubungan teman apa namanya? Memendam masa lalu karena nggak mau menyakiti. Seperti luka yang dibiarkan, lalu bernanah di dalam tubuh. Bukankan lebih menyakitkan?

Dalam buku yang kubaca, seorang tokohnya mengatakan begini, “if you can’t say it out loud, just keep it inside and forget it.”  Tapi, aku tahu, seseorang nggak akan bisa melupakan kesalahan orang lain dengan mudah, sebaik apa pun orang itu padanya.

Anyway, dalam my twisted mind aku  sering memikirkan cara untuk membenci temanku, agar aku bisa bahagia. Melanjutkan hidup. Tersenyum dan berteman lagi dengannya.

 

Pikirkan saja temanmu itu adalah Setan

Well, agak ekstrem ya? Namun, kupikir ini perlu. Ini dalam upaya mengingatkan diriku sendiri bahwa dalam diriku pun ada setan yang bersemayam. Lurking inside me, eager to lash out. Suatu saat, mungkin, aku pun bisa jadi setan. 

Jujur aja, sih. Aku tipe orang yang mudah tersinggung. Tapi, endurance ku cukup baik untuk menekan emosiku. Mungkin menurun dari ayahku, ya? Meski nggak bangga, aku mengakui kelemahanku.

So, saat temanku secara verbal menyakiti hatiku, aku hanya diam. Aku nggak akan menyumpahi keburukan menimpa padanya. Nggak akan. Bagaimana pun ia temanku. Aku hanya akan mengingatkan diriku bahwa temanku itu adalah setan.

Bukankah, setan itu pun sebenarnya malaikat yang berwujud cantik? Fallen angel. Setan jatuh dalam hina karena ketidakpatuhan. Meski mungkin, setan pun menyesali pilihannya. Wallahu alam.

 

Temanmu itu Bukan Tuhan: Ia Berhak Berbuat Dosa

Memang sih, manusia tercipta atas ijin Tuhan. Tapi ia bukan Tuhan. Hanya hamba-Nya yang berhak berbuat dosa. Sama dengan diri kita.

Tuhan itu segala maha yang nggak bisa dibandingkan. Nggak mencapai pemahaman kecuali bagi yang Tuhan kehendaki. Kecuali hamba-Nya yang tulus dan ikhlas. Pencapaian yang sebagian dari kita saja yang beruntung menggapainya.

Dengan kata lain, aku memahami dengan pengetahuanku yang dangkal ini, bahwa manusia adalah sumber dari kesalahan. Kecuali bagi mereka yang selalu berpikir dan berusaha terus mendekatkan diri pada Tuhan. Hal yang nggak mudah, karena manusia itu serakah dan mau menang sendiri.

 

Temanmu itu Manusia Biasa, Sama dengan Dirimu: Berbahagialah!

Seorang temanku yang dulu begitu kubenci dan kusayang, kini dekat lagi denganku. Meski aku masih teringat kata-katanya yang pernah menyakitiku, aku sadar. Aku pun mungkin pernah melakukan hal yang sama padanya. We are human after all.

Pernah di suatu saat, aku begitu kesal pada temanku itu. Hingga rasanya ingin menamparnya dengan keras dan memakinya dengan sebutan setan di depan matanya. Sayang, aku sadar, yang sama bukankah Allah kumpulkan dalam satu golongan? Aku pun terdiam dan menarik napas. Menahan diriku.

Aku ingat ucapan guruku, bahwa kebahagiaan terbesar menjadi seorang manusia adalah kita berdarah dan berdaging. Punya kesempatan untuk berbuat sesuatu. Salah atau benar. Lalu, memperbaikinya. Berubah terus hingga jadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Diskusi

Aku nggak akan bilang cara yang kutulis ini benar atau salah. Setiap orang punya pemikiran dan penilaian berbeda atas sesuatu. Sesuai dengan pengalaman pendidikan, keuangan, dan spritualnya. Justru, jika ada perbedaan akan memperkaya diri tentang hal yang ada di semesta ini.

Seperti kata seorang ilmuwan, aku lupa namanya, bahwa saat manusia berusaha memahami misteri yang jauh terbentang di bima sakti, misteri yang ada dalam diri manusia masih belum terpecahkan. Hingga hari ini. Wallahu alam. Semoga kita jadi orang yang beruntung, bisa merangkul kebenaran. Meski itu lebih pahit dari sambiloto

Toh, pilihan bahagia itu bukan karena teman. Sedang, memendam benci itu abadi. Nggak akan terlupakan. Bukti bahwa kamu setia pada temanmu.

 

Komentar

  1. Pas banget baca ini. Relate sama keadaan aku sekarang.

    Tulisan Kak Yoharisna ini inspiratif sekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini versi curcol sih 😂 kutulis biar ga jadi jerawat🤣

      Hapus
  2. Aku juga sering memendam kemarahan dan akhirnya meledak di satu poin. Aku menyadari ini kurang baik, jd kucari cara untuk menuliskannya. Ini pun masih jadi peer karena tidak terbiasa mengungkapkan, bahkan untuk menulispun masih sulit hahaha tapi im working on it. Makasih ya kak, mengingatkan bahwa kita semua manusia biasa bisa berbuat salah. Tapi terkhusus orang baru tapi jahat sama aku, aku sudah malas kenal lagi deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya manusia sama aja, ya. Meski beda budaya, pasti nggak bisa selalu leluasa mengungkapkan kemarahan/ kebencian.

      Padahal, itu manusiawi banget ya. Yg nggak baik/sehat itu mungkin kalo nahan kelamaan. Bisa jadi penyakit 😂

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

RPP Bahasa Inggris Kelas XI KD 3.4 Invitation Letter