Cara Pandang Fanton Drummond dalam Olenka: Sebuah Refleksi Diri

Ketertarikan saya terhadap refleksi diri versi Olenka terjadi saat saya membaca karya Budi Darma "Olenka". Sebuah novel yang merefleksikan perjalanan Budi Darma, penulisnya selama berada di negeri Paman Sam itu. 

Perjalanan yang akhirnya menciptakan master-piece yang kini ada di tangan saya ini. Konsep diri yang dinyatakan dalam proses pencariannya akan sosok "Olenka" seperti dalam kata - kata Olenka pada Drummond, 

"Objek harus merupakan proses bergerak dan proses perhubungan dengan segala sesuatu di sekitarnya." Ucapan Olenka yang menggambarkan sifat Drummond yang berhubungan dengan sekitarnya.

Mungkin ada yang bertanya - tanya kenapa saya tertarik dengan tulisan Budi Darma yang menurut saya berbeda dari novel yang pernah saya baca sebelumnya. 

Novel ini terkesan jujur, bahkan cenderung blak - blakan dalam memaparkan kebodohan dan kekurang-ajaran tokoh di dalamnya dalam menghadapi sekitarnya. 

Ketidakpedulian tokoh - tokoh yang ada terhadap sekitarnya, seolah dunia berputar pada diri mereka. Ketidakpedulian yang sebenarnya berakar dari rasa begitu dalam terkunci dalam diri mereka, baik Olenka, Wayne, dan Drummond. Tokoh - tokoh yang menurut saya mewakili kegelisahan dan pergulatan batin orang - orang yang hidup di sekitar penulis.

Karakter Pemain Olenka


Olenka yang digambarkan oleh Wayne sebagai pesuruhnya, abdi yang pantas diperlakukan seperti apa pun. Olenka yang dikatakan oleh Wayne sebagai orang yang tak penting dan aneh,

"Kalau sampean melihat perempuan berjalan bagaikan peri tanpa kaki, dialah istri saya. Tangan kirinya selalu mencangklong tas kecil dan memegang buku terbuka, tangan kanannya membawa nyamikan. Mulutnya selalu mengunyah perlahan - lahan dengan sikap seperti komat - kamit berdoa. Tidak ada orang lain, pasti dia istri saya. Tentu sampean tahu yang saya maksud, bukan?" (hal 19)

Wayne juga merasa bahwa Olenka bukanlah ibu yang baik buat Steven, anak mereka. Steven yang selalu berontak dan marah jika berada di dekat Olenka. Sikap Steven membuat Wayne merasa dirinya lebih baik dibanding Olenka.

Wayne yang selalu merasa bahwa pendapatnya yang paling penting. Imajinasi Wayne juga tinggi dan baik mutunya, dan menurutnya kadang - kadang menjadi kenyataan. 

Menurut Olenka, Wayne mempunyai insting, persepsi, dan intuisi tinggi. Intuisi ini yang mungkin membuat Wayne yakin bahwa Olenka akan selalu kembali padanya meski telah bersama Fanton dan yang lain.

Sedang sifat Drummond yang lemah dan tak punya tanggung jawab, kupikir tak jauh berbeda dengan Wayne. Bedanya hanya Drummod dapat menghidupi dirinya sendiri, sedangkan Wayne selalu merasa Olenka lah yang harus memenuhi kebutuhannya sebagai seorang pengarang. 

Tulisan Wayne yang menggambarkan Drummond sebagai si Bisu yang bodoh, gelandangan yang tak tahu diri dan berpenyakit lepra. Kebencian Wayne pada Drummond tercurah dalam cerpen "Si Bisu".

Sebenarnya alasan Olenka menikahi Wayne adalah karena cinta Olenka pada tubuh Wayne yang indah yang mengingatkannya pada Winifred, julukan Olenka pada orang yang ia kagumi. Ia begitu terkagum - kagum hingga mengutip ucapan Del Sarto, 

"Incentives come from the soul's self; The rest avail not." (Insentif hanya datang dari jiwa sendiri, sedangkan yang lain tidak mempunyai arti) (hal 171).  

Sebagaimana pencarian seseorang akan orang lain kadang berubah, dan berganti. Tetapi alasan pencarian itu tetap jadi sumbu pengambilan pencarian itu.

Sifat Drummond yang lain adalah kecenderungannya untuk berdiskusi pada diri sendiri. Mengambil keputusan melalui diskusi itu. Proses diskusi dan obrolan yang Drummond lakukan ini dapat diambil contoh dari lima surat masturbasi yang ia buat.

"Dengan masturbasi, saya dapat menciptakan pertanyaan dan mencari jawabnya. Dengan istilah gagahnya, saya dapat mengadakan dialog dengan diri sendiri." (hal 136)

Dalam argumennya Drummond ingin menjadi jaksa sekaligus pembela bagi dirinya sendiri.

"Saya akan menyerang hadirin saya atas kekurangajaran mereka, dan sekaligus saya akan mempertahankan diri saya sebagai pihak yang tidak seharusnya diejek, dihina, dan dianggap sebagai seseorang yang jiwanya mengantongi penyakit lepra." (hal 137)

Latar Belakang Novel Olenka


Latar belakang novel Olenka dimulai saat pertemuan Drummond dan Olenka pertama kali di sebuah lift. Pertemuan pertama yang berkesan itu berlanjut di beberapa tempat di sekitar Tulip Tree, Cross Town, Chicago, Washington dan beberapa tempat lain. 

Tempat di mana Drummond menggelandang mencari sosok Olenka. Sosok yang merupakan perwujudan dari kegelisahan manusia mencari dirinya sendiri di sosok orang lain.

Refleksi Diri Olenka


Kesadaran dari tokoh yang membaur dengan dirinya ini menyadarkan saya bahwa sifat dari tokoh - tokoh Olenka ini meski bodoh, sembrono dan tak bertanggungjawab, mereka jujur tanpa syarat. Tak peduli dengan persepsi orang lain. 

Mereka tak berusaha atau berpura - pura untuk menjadi pahlawan. Tokoh - tokoh Olenka ini hanya menganggap kehadiran dirinya sebagai takdir yang harus dijalani. Tak perlu protes dan marah - marah pada Tuhan, kecuali merutuki diri sendiri atau orang lain yang sial mengenal mereka. 

Kesadaran diri para tokoh bahwa diri mereka itu ada, lahir, dan mati itu pun merupakan sesuatu yang tak perlu diupayakan, jadi baik tokoh Drummond, Olenka, dan Wayne merasa tak perlu bersusah payah berjuang melakukan apa pun dalam hidup mereka. Toh, hidup itu terus mengalir.

Tokoh - tokoh yang digambarkan dalam Olenka memiliki pengalaman emosional yang dalam terhadap sekitarnya. Pengalaman masa lalu tokoh - tokoh Olenka yang terkesan kering dengan kasih sayang keluarga. 

Sebut saja Drummond yang yatim piatu hingga menghabiskan masa kecilnya di panti asuhan. Drummond selalu merasa bahwa setiap perhatian dan kasih sayang yang dicurahkan padanya adalah bentuk dari tugas. 

Kecenderungan yang akhirnya membuatnya seperti orang yang menderita erotomania, rasa cinta yang terlalu dalam pada seseorang yang ia anggap special. Rasa cinta yang Drummond rasakan pada Olenka. Cinta yang membuatnya berlarian ke sana - ke mari mencari sosok Olenka.

Bandarlampung, 1 Desember 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa