Review Buku The Setting Sun Karya Osamu Dazai

review-buku-the-setting-sun-karys-osamu-dazai


Judul Buku.              : The Setting Sun
Pengarang.                : Osamu Dazai
Kategori.                   : Novel Fiksi
Bidang Ilmu.             : Sastra
Penerbit                     : A New Direction Book
Tebal Buku                : 177 halaman

Sebagai seorang wanita, Kazuko nggak menyangka bahwa kekagumannya pada sosok seniman Hosada dapat berbuntut panjang.  Suaminya pun mengira bahwa anak yang ia kandung adalah hasil hubungannya dengan artis tersebut. Lambat laun hubungan mereka merenggang. Ia  pun pulang ke rumah Ibu dalam keadaan hamil.

Seperti ibu lainnya, tanpa pertanyaan ia menerima Kazuko dengan tangan terbuka. Berbeda dengan anggapan masyarakat umum Jepang yang masih tradisional, Ibu sudah lebih terbuka terhadap perceraian.  Meskipun begitu, Ibu tetap sulit untuk menerima perubahan. Seperti saat mereka harus meninggalkan rumah peninggalan ayah di jalan Nishikata. Ibu ingin meninggal di tempat ia hidup bersama suaminya. Sayang, nasib berbicara lain.

Baca juga: Review Buku No Longer Human 

Kisah keluarga Kazuko yang hidup setelah perang dunia kedua ini menggambarkan kehidupan masyarakat setelah perang. Mereka harus berjuang untuk bertahan hidup atau tenggelam dalam keputusasaan. 

Sinopsis The Setting Sun Karya Osamu Dazai

Kazuko begitu mengagumi Ibu yang selalu tampak anggun. Seluruh gerak tubuhnya begitu memesona. Dalam bayangan Kazuko, Ibu adalah The Lady of Japan. Seorang wanita yang mencerminkan kecantikan alami. Apalagi sebagai seorang bangsawan, Ibu memiliki aura yang berbeda dibandingkan wanita biasa.

Namun, semua berubah sejak mereka terpaksa pindah ke Izu. Kesehatan Ibu makin menurun. Kazuko bertambah risau saat ia mengetahui bahwa telur ular yang ia bakar memiliki induk. Ibu bilang, ia merasakan firasat buruk. Perasaan yang sama saat ia melihat ular kecil di dekat tempat tidur kematian ayah.

Baca juga: The Playground Short Story 

Kejadian buruk lain terjadi. Kazuko lupa mematikan bara api di perapian. Hampir saja kecerobohannya membakar rumah mereka dan seluruh desa. Untunglah, Tuan Nakai dan orang desa dengan sigap memadamkan api. Mereka selamat. Ibu nggak pernah menyalahkan Kazuko atas kejadian tersebut. Ia bahkan bercanda dan menghibur Kazuko. 

Selain melayani Ibu layaknya seorang pelayan, Kazuko bekerja di ladang untuk mendapatkan makanan. Rasa lelah dan kemarahan yang ia rasakan menjadikannya lekas marah. Ibu pun meminta Kazuko berhenti bekerja di ladang. Biarlah kita jual semua baju kita untuk makan, katanya. Hingga, seorang gadis petani menanyakan padanya, "Sampai kapan kamu mau hidup seperti ini?"

Dalam keadaan seperti itu, Paman Wada mengirimkan kabar bahwa Naoji akan pulang saat rehabilitasi ketergantungan alkoholnya telah sembuh. Kabar ini menjadikan Ibu dan Kazuko merasa gelisah. Hingga, suatu hari Naoji tiba-tiba datang dan menggerutu tentang rumah mereka yang bergaya Cina. 

Baca juga: Jilbab Rahina Anti Kusut Untuk Wanita Aktif dan Elegan 

Kehadiran Naoji hanya seperti angin lalu. Sesaat setelah ia datang, Naoji meminta uang pada Ibu dan langsung pergi ke Tokyo. Menemui teman minumnya, Tuan Uehara. Seniman yang telah membuat Kazuko jatuh hati. Lalu, Naoji akan pulang setelah beberapa hari. 

Hari itu, ia selalu berada di sisi pembaringan Ibu. Batuknya makin parah. Tangannya pun membengkak. Air mata Kazuko bercucuran melihat kondisi Ibu. Dokter desa yang mereka panggil memberikan obat pada Ibu. Tapi, keadaan Ibu nggak membaik. Naoji pun pergi ke Tokyo untuk memberi tahu Paman Wada. Saat kembali, ia membawa dokter Miyake yang langsung memeriksa keadaan ibu.

Melihat wajah dokter Miyake, Kazuko sadar bahwa hidup Ibu nggak lama lagi. Berilah Ibu makanan dan minuman yang ia suka, kata dr. Miyake. Kazuko hanya menunduk dan menangis. Tak ada lagi yang bisa mereka lakukan.

Sementara itu, di tengah perasaan tak menentu Kazuko mengirim surat pada kekasihnya. Menyatakan perasaannya pada orang yang telah ia temui enam tahun lalu. Berharap kekasihnya itu mau menerimanya. 

Nah, bagaimana kisah Kazuko selanjutnya? Apakah ia dapat bertemu dengan kekasih yang ia sebut sebagai MC (My Comedian) itu? Lalu, bagaimana dengan Naoji dan Ibu? Apakah Ibu bisa bertahan hidup? Penasaran kan? Yuk, kita baca bareng.

Kelebihan Buku 

Karakter yang kuat memberi kesan di benakku dalam buku ini adalah Kazuko. Seorang wanita ningrat yang nggak memiliki harta, kecuali Ibu dan adik laki-laki yang telah kecanduan alkohol. Aku menyadari sulitnya seorang wanita yang biasa hidup berkecukupan, tapi harus menjalani sulitnya hidup susah. Ia terpaksa harus mengandalkan tenaganya untuk mendapatkan makanan. Kisah wanita yang nggak memiliki keahlian apa pun selain title kebangsawanan.

Gambaran yang umum terjadi di kalangan masyarakat yang belum memberi ruang bagi wanita untuk berperan lebih luas dalam bidang financial. Akibatnya, wanita tersebut harus mengandalkan belas kasihan dari pihak keluarga laki-laki atau menjual dirinya. 

Meskipun terkesan suram, buku setebal 177 halaman ini pun menceritakan bahwa harapan untuk hidup itu selalu ada. Seperti Kazuko yang berterima kasih atas pemberian Tuan Uehara Jiro. Pria yang ia cintai. Sayang, rasa cinta  nggak menjadi alasan bagi Naoji untuk terus hidup. 

Anyway, dalam buku ini pun aku memahami bahwa penulis sangat terpengaruh oleh pemikir Barat. Sebut saja Turgenev, Marx, dan lain- lain. Hingga ada kata-kata dalam surat terakhir Naoji pada Kazuko yang cukup menyesakkan dada. 

Kazuko..What must I go on living after what has happened? It's useless. I am going to die. I have a poison that kills without pain. I got it when I was a soldier. (page: 160)

So, gimana menurutmu? Jika kamu adalah Kazuko, jalan apa yang akan kamu ambil dalam hidup ini?  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa