Perokok, Aku, Temanku dan Rasa Menghargai Sesama

Sekarang lagi heboh ngomongin tentang kasus KPAI (Komite Perlindungan Anak), Djarum Foundation, dan prestasi anak bangsa lewat ajang bulu tangkis. Omongan yang berat karena terkait generasi anak bangsa. Bikin kepala ngenyut karena nggak ngerti. Jangankan ngomongin tentang nasib anak bangsa, ngomong tentang nasib sendiri aja nggak dan belum bisa ngatasi. Contohnya sih nasib kalo ada temen yang ngerokok dengan manisnya. Padahal kita terganggu. Tapi kita nggak enak. Jadi menahan diri ikut menghisap asapnya. Padahal (lagi) aku nggak suka asap rokok. Sumpah!

png.download, source google courtesy


Oya, menurut yang kubaca  KPAI berusaha memberlakukan penghentian eksploitasi anak berdasarkan pasal 66 UU Nomor 35 Tahun 2014 dan menuntut PB Djarum untuk tidak menampilkan logo perusahaan yang identik dengan 'produsen rokok'. KPAI juga meminta PB Djarum tidak menggunakann logo perusahaan pada kaus anak - anak dalam audisi pertandingan badminton mendatang. PB Djarum memenuhi permintaan KPAI, tapi menganggap PB Djarum dan PT Djarum adalah dua ranah yang berbeda. Efeknya, yayasan yang bergerak dalam pembinaan atlet bulu tangkis sejak 1986 ini memutuskan untuk menghentikan sementara audisi di tahun 2020 sambil menunggu masalahnya tenang. (tirto.id, 9/9/2019)

Ngomongin ngambeknya PB Djarum yang erat kaitannya dengan prestasi anak bangsa ini bikin kepala mumet ya?  Ada yang bilang PB Djarum dan PT Djarum adalah ranah yang berbeda, meski sejarah ke duanya berkaitan. Ada yang bilang eksploitasi anak, dan ada yang bilang kenapa gak dicari jalan tengahnya supaya win win solution?

Trus, aku cek di google bahwa perokok aktif di Indonesia paling tinggi di Asean, yaitu sekitar 51%. Kebayang kan perputaran uang dari rokok di Indonesia. Gimana perannya terhadap perekonomian di Indonesia? Kalau perusahaan rokok ditutup (bangkrut) karena mendadak perokok aktif berhenti merokok, berapa jumlah pengangguran dan perusahaan yang gulung tikar? Trus, kalau diambil jalan tengahnya, perusahaan tetap berdiri dan perokok tetap aktif merokok di sekitarmu. PB Djarum dan KPAI berdamai dan anak- anak dapat berprestasi dengan bakatnya. Toh, sisanya hanya aku dan temanku yang dapat memakai penutup hidung saat ada yang merokok. Atau yang merokok diberikan ruang khusus dengan label Ruang isolasi perokok. Atau diberikan pulau khusus buat para perokok atau bukan perokok. Gimana? Well, sedikit memusingkan ya? Itulah hidup. Yang rumit itu harus lah dicari penyelesaiannya. Pasti ada.

Perusahaan Rokok dan temanku

Perusahaan rokok di Indonesia awalnya berdiri tahun 1908, Tcap Bal Tiga. Perusahaan Djarum sendiri berdiri tahun 1951 dengan karyawan sekitar 75000 orang, yang salah satunya adalah temenku. Ia kerja sudah lama. Penghasilannya lumayan. Alhamdulillah. Jadi ia bisa menghidupi keluarga dengan baik. Kalau sampai PT Djarum bangkrut dan ia dipecat. Nggak kebayang nasib keluarganya. Jadi. ia selalu rajin dan senang menjual produk rokoknya. Meski ia sendiri tak merokok. Ironis ya.

Ada lagi cerita temanku yang lain yang aktif merokok sejak kecil, dan ia sebut saja Bejo terpaksa menjalani operasi pengangkatan pita suara karena kanker. Sekarang beliau tenggorokan/lehernya bolong. Jadi, suaranya pun tak jelas karena pita suaranya diangkat. Meski ada juga yang merokok lebih alama darinya, dan tetap sehat aja. Orang itu bilang, kalau mau sakit ya sakit aja. Ah, masalah sakit emang rahasia Allah. Rokok hanya salah satu penyebab. Sisanya masih jadi pertanyaan.

Rasa Menghargai Sesama

Tak ada orang yang ingin merasa tak nyaman dalam hidupnya. Sedang merokok sendiri merupakan wujud dari tindakan pemuas kesenangan dan kebiasaan. Sesuatu yang jika ditinggalkan tidak akan menyebabkan kematian. Hanya seperti ada yang kurang, karena rokok mengandung unsur addictive yang bikin orang ketagihan. Masalahnya rasa kurang menghargai orang lain yang tidak merokok adalah hal yang biasa dilakukan. Jadi seseorang tidak akan merasa tidak enak saat merokok di samping orang yang tidak merokok. Meski orang tersebut sudah batuk - batuk, si perokok tetap jojong aja merokok di sampingnya. Tak punya perasaan. Bahkan marah saat diingatkan. Well, rasa menghargai yang belum muncul karena standar yang berbeda. Menganggap hal tersebut (merokok di tempat umum) adalah hal wajar dan tidak masalah. Malah merasa aneh saat ada yang ribut- ribut karena ada yang merokok di ruangan.


Pointnya sih, kesadaran akan diri dan orang lain dalam hidup bermasyarakat itu sangat penting. Dan, kalau pun ada benturan kepentingan, baiknya tiap pihak terkait duduk bersama dan menyelesaikan dengan cara terbaik. Mempertimbangkan semua risiko dari tiap aspeknya. 

Bandar Lampung, 10 September 2019






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa