Bagaimana Mengatasi Rasa Kecewa akibat Perlakuan Orang Terdekatmu?

bagaimana-mengatasi-rasa -kecewa-akibat-perlakuan-orang-terdekatmu

Sambil menahan air mata, temanku bercerita padaku pagi itu. Aku hanya bisa diam. Mendengarkan ceritanya. Dalam hatiku berkata, "Tuhan, apakah ini perlakuan orang yang seharusnya menjaga dan menghormati kami?"

Ya, temanku menghadapi masalah dengan atasannya. Ia dibully secara verbal di ruang rapat yang penuh dengan teman-teman sejawatnya. Baiknya, aku nggak mengulang apa yang disampaikan. Cukuplah, aku katakan bahwa temanku ini merasa kecewa dan dizalimi. Dan, ia hanya bisa mengadu padaku. "Hanya pada Allah kita mengadu, ya?"kata temanku sambil tertawa pahit. Tapi, aku tahu, hatinya menangis karena perlakuan nggak adil yang terjadi pada dirinya.

Kami pun mengulang kalimat penghiburan kami. La Tahzan. All is well. Lalu, kami pun tertawa. Tawa yang hanya dipahami oleh kami berdua. Yup, it seems like we fight against the whole world and we feel strong. I think I am lucky to have her. 

Apakah Kamu Peduli dengan Sikap Orang Lain?

Sebenarnya, aku sudah nggak terlalu peduli dengan pendapat siapa pun tentang diriku. Termasuk canda ringan terkait status lajang yang masih kami sandang. Ah, mungkin, rasa persamaan nasib ini lah yang menyatukan. Entah, jika kami berbeda nasib. Mungkin, lain sudah ceritanya. Apa pun itu, aku percaya, Allah memperlakukan hamba-Nya dengan cara yang terbaik. Ada hal tersembunyi yang kami nggak ketahui.

Bagaimana Mengatasi Rasa Kecewa akibat Perlakuan Orang Terdekatmu

Lalu, bagaimana mengatasi rasa kecewa akibat perlakuan orang terdekatmu? Aku berpikir, bukankah hanya orang terdekat kita yang bisa menyakiti kita? Mungkin, lalu, aku pikir-pikir lagi, siapa pun bisa menyakiti perasaan kita. Sebut aja, orang lewat yang tiba-tiba memaki kita "B*doh" misalnya. Aku yakin, kita sakit hati mendengarnya. Tapi, rasa sakit dan kecewa itu hanya berlangsung sebentar.

Berbeda dengan sikap atau perbuatan baik atau buruk seseorang yang ada di sekitar kita. Jika orang itu berbuat baik, kita akan bersikap biasa dan menganggapnya wajar. Sedangkan, jika ia berbuat buruk seperti menyakiti atau mengecewakan kita, kita akan mengingatnya lama sekali dan sulit untuk memaafkannya. Atau bisa saja itu terjadi sebaliknya. Yah, kamu mengerti kan maksudku?

Artinya, dalam pemahamanku sih, orang-orang terdekat memiliki kekuatan lebih besar untuk melakukan kebaikan atau keburukan pada kita. Tapi, kita sajalah yang memberi mereka kekuatan untuk menyakiti atau menguatkan kita. 

Dengan kata lain, mungkin kita nggak bisa mengendalikan sikap atau perbuatan orang lain pada kita, tapi kita bisa mengendalikan respon atas sikap kita pada mereka. Pilihan untuk bersikap, mungkin, ada di tangan kita. Bukankah kita terlahir sebagai manusia yang merdeka?

Tapi, aku nggak tahu, seperti yang dikatakan oleh F. Scott Fitzgerald dalam bukunya Great Gatsby, "Setiap kamu ingin mengkritik seseorang, ingatlah bahwa semua orang di dunia ini tidak memiliki kelebihan seperti yang kamu miliki."

Aku nggak berhak menilai orang lain, apa pun pilihan aksinya, mungkin ada alasan dalam perbuatannya tersebut atau mungkin saja ia tidak atau belum mengetahui bahwa sikap atau perbuatannya tersebut dapat menimbulkan akibat yang merugikan atau menyakiti orang lain. 

Yah, singkatnya, kita harus berpikir positif. Berpikir positif mungkin adalah cara pertama untuk mengatasi rasa kecewa. Baiklah, aku akan tulis ini sebagai cara yang paling mudah sekaligus sulit ya? 

Mudah, karena kata ini diucapkan kurang dari satu menit. Sulit, karena kata ini membutuhkan lebih dari satu tarikan napas untuk melakukannya. 

Dan, aku harap, sambil membacanya, kamu akan tersenyum sambil menghapus air matamu. Ingat, La tahzan, okey?

1. Berpikir Positif

Sikap dan cara berpikir ini, mungkin bisa memudahkan kita dalam menghibur diri. Toh, kita nggak bisa mengubah cara orang lain dalam melihat diri kita. Kenapa? Karena, mungkin, orang lain itu merdeka untuk melakukan apa yang ia mau. Bukankah sikap dan ucapan kita itu hanya dibatasi oleh rasa empati karena kasih sayang sebagai bukti kita adalah manusia. Ya kan?

2. Bernapas 

Seperti yang dikatakan oleh banyak motivator, bernapas yang baik dapat membuat rasa sedih, kecewa, marah, atau emosi yang terlalu berlebihan dalam diri kita jadi terasa lebih terkendali. Menurut, Dee Lestari penulis Filosofi Kopi, Madre, dan puluhan buku best seller itu sih, "Kita hanya bisa fokus bernapas untuk saat ini, sekarang, bukan kemarin atau masa depan.." 

Dalam pemahaman sederhanaku, bernapas ini mengingatkanku agar nggak over-thinking. Nggak perlu memikirkan masa lalu yang nggak bisa kita ubah atau mengkhawatirkan masa depan yang kita sendiri nggak tahu pasti. So, hiduplah untuk saat ini. Berbahagialah..

Eh, tapi aku nggak ngomongin FOMO atau YOLO, lho. Okey? 

3. Percaya bahwa Kamu nggak Pernah Sendiri

Aku menyadari sepenuhnya, semakin bertambah usia, semakin berkurang teman kita. Ah, aku pikir, selama ini pun, dikarenakan sifatku yang menurutku introvert, aku hanya memiliki satu atau dua orang teman. Aku juga sadar, sifatku terlalu intens, hingga aku memiliki sifat terlalu perhatian yang mungkin bikin orang lain nggak nyaman. So, now, I prefer to keep things to myself. It's safer that way. I only share what I think easy to understand. I am now afraid to make my friend feel overwhelmed. Yah, you know what I meant? You don't? that's okey. 

At least, you stay. 

Yah, aku selalu percaya, selalu akan ada teman yang ada di sampingku. Aku nggak akan pernah sendiri. Allah pasti memberikan padaku sahabat terbaik yang mau berada di sampingku. Ah, siapa pun dia, aku harap, ia selalu tinggal. Bersabar duduk bersamaku.

Dan, imbalannya, aku pun akan ada bersamamu. Insya Allah.

4. Selalu ada Hari Baik setelah Hari yang tidak Baik

Kamu tahu? Saat hujan turun dengan deras, kita bisa membawa payung dan tetap berjalan meneruskan langkah menuju tujuan. Lalu, hujan pasti akan berhenti dan kita dapat menyaksikan langir cerah dan matahari bersinar lagi.

Dan, kalau pun kamu lupa membawa payung hingga harus menembus hujan dan basah kuyup kehujanan, selalu ada rumah hangat yang menunggumu. Di rumah itu, kamu bisa mengganti baju basahmu dengan baju yang kering. Lalu, menikmati secangkir teh atau kopi hangat dengan biskuit yang menenangkan perut dan hatimu. Aku percaya, senyum tulus orang yang menyayangimu bisa jadi obat atas segala dinginmu. Membungkus rasa itu dan memelukmu hingga kamu tertidur malam ini.

Bahkan, mungkin saja, hujan pun bisa melarutkan semuanya. Menampakkan sisi tergelap dan terburuk dalam hidup, lalu kamu akan paham tentang semua orang di sekitarmu. Kamu pun akan bangkit dan berjuang lebih keras dari sebelumnya, karena kamu tahu bahwa orang yang bisa kamu andalkan hanyalah dirimu sendiri dan orang-orang yang benar memiliki hati atau empati sebagai seorang manusia. 

Tapi, sungguh, aku nggak mengatakan hujan sebagai ujian atau bencana. Hujan adalah lebih dari itu. Lebih dari sekedar hari baik atau hari tidak baik. Hujan bukan romantisasi dari cerita Cina yang sering aku tonton. 

Karena, dari hujan, aku belajar hal sesederhana tidak mengendarai motor terburu-buru karena jalanan licin atau sekedar menghargai pejalan kaki yang ada di pinggir jalan. Dari hujan juga, aku mengerti bahwa rasa rindu akan tanaman yang subur akibat kemarau panjang itu bukanlah sekedar angka statistik biaya tambahan buat petani yang sedang menanam sayuran.

5. Ikhlas aka Perbuatan tanpa Syarat

Bukankah semua perbuatan itu seharusnya hanya mengharapkan ridho Allah? Bukankah semua perbuatan itu adalah ibadah yang alasannya seharusnya hanya Allah. 

Ah, aku jadi ingat doa Kumail bin Ziyad, salah satu sahabat Ali bin Abi Thalib. Dan, aku ingat sebait kata-kata dalam doa yang bisa memakan waktu 3 jam itu. "Dan, anugrahkan aku perpisahan total pada yang selain Engkau.."

Aku pikir titik tertinggi dari semua perbuatan itu adalah ikhlas. Pasrah. Penyerahan total pada Allah semata.

Apakah rasa Kecewa itu Wajar?

Ya, menurutku, rasa kecewa itu hal yang wajar. Manusiawi. Sebagai seorang manusia, merasakan emosi adalah hal yang biasa. So, no worries. Jangan khawatir. Saat kamu merasa kecewa, kamu akan menyadari bahwa kamu hanyalah seorang manusia biasa. Bukan Tuhan. 

Bersyukurlah, kamu bukan robot AI yang nggak memiliki emosi. Kamu memiliki rasa yang nggak dimiliki makhluk lain, hingga kita bisa menghargai diri sendiri dan orang lain dengan menggunakan akal dalam bersikap dan bertutur kata sambil mengingat bahwa "apa pun yang kita lakukan akan kembali pada diri kita sendiri."



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Karakter Siswa SMK : Oase yang Hampir Hilang

Belajar Arti Kejujuran dari Seorang Bakul Sayur

3 Tips to Speak English