Review Buku Otogizoshi The Fairy Tale Book of Dazai Osamu

review-buku-otogizoshi-karys-osamu-dazai

Osamu Dazai merupakan penulis yang aku kenal dengan tulisannya yang sarat dengan kesan gelap. Menandakan cara pandangnya  yang berbeda dengan penulis lain. Namun, di tangannya, kita mungkin bisa tahu perasaan terdalam masyarakat Jepang pada masa setelah perang di sekitar tahun 1947an.

Otogizoshi The Fairy Tale Book of Dazai Osamu ini punya keunikan dibandingkan karyanya yang lain, seperti The Setting Sun. Kumpulan cerita pendek ini terkesan lebih memiliki humor yang kering dan cerdas.

Saat aku membaca salah satu tokohnya di buku ini, Oji-san, seorang pria yang terkesan cuek dengan sekitarnya.

Sementara istrinya, Oba-san yang cerewet itu begitu kesal dengan kemalasan suaminya. Meremehkan pria yang usianya belum 40 tahun, tapi sudah lemah dan nggak bersemangat. Hingga, ia diundang di suatu tempat dan ditawarkan dengan hadiah. Seperti yang kita duga, Oji-san menolak pemberian itu. Ia nggak peduli dengan barang-barang yang memberatkan dirinya. 

Istrinya yang kesal dengan Oji-san yang pulang tanpa membawa apa-apa, nggak percaya dengan cerita suaminya itu. Oba-san pergi ke hutan dan menuruti instruksi yang disampaikan Oji-san. 

Sayang, keesokan harinya, Oji-san menemukan tubuh istrinya itu telah dingin. Di punggungnya ada keranjang yang berat. Penuh dengan koin emas. 

Anyway, selain cerita Oji-san ini, ada kisah lain tentang Urashima-san yang bikin aku mengerutkan dahi sambil tersenyum pahit. Ironi kehidupan yang digambarkan Osamu tentang sifat manusia dan kecenderungannya untuk nggak percaya total pada motif perbuatan manusia. 

Okey, pasti kamu kepo ya? Yuk, cek sinopsisnya.

Sinopsis Selected Stories dari  Otogizoshi The Fairy Tale Book of Dazai Osamu


Cerita dimulai dengan seorang ayah yang berusaha menghibur anak-anaknya. Saat itu mereka harus bersembunyi di sebuah lubang dari ancaman serangan bom. 

Ya, rumah mereka ada dalam daerah target serangan Sekutu, hingga terkadang lubang persembunyian kecil dan sempit itu jadi tempat teraman. 

Meski berpendidikan rendah, sang ayah memiliki keahlian unik meramu cerita rakyat anonymous Jepang di kepalanya. Terdiri dari beberapa cerita dari Urashima-san hingga The Sparrow Who Lost her Tongue ini punya ending yang mungkin nggak bisa kamu bayangkan.

Awal cerita ini bikin aku ingat dengan ceritanya Baba dalam And The Mountain Echoed. Buku ini pun ditulis oleh penulis yang memiliki latar belakang sama. Hidup dalam trauma akibat perang.

Anyway,  Urashima hidup sebagai anak tertua di keluarganya. Memiliki adik-adik yang lebih suka mengikuti keinginan pribadi. Bersenang-senang. 

Sementara Urashima-san berpikir bahwa tiap orang berhak memilih jalannya sendiri, orang-orang di sekitarnya selalu mengkritik orang lain.


review-buku-otogizoshi-karya-osamu-dazai


Lalu, dalam perjalanannya merenungi hidup ini, ia bertemu seekor kura-kura besar. Singkat cerita, mereka melakukan perjalanan ke dasar laut yang menakjubkan bagi Urashima-san. Ia menemukan bahwa laut itu memiliki keindahan yang menghipnosis matanya yang terbiasa dengan dunia tanah.

Di istana laut itu, ia disuguhi berbagai makanan dan minuman lezat. Nggak ada yang bisa melarangnya untuk melakukan apa pun. Hingga, rasà sungkan Urashima pupus. Ia pun melahap apa yang tersaji di depannya, meski si kura-kura mengatakan risikonya. 

"Hidangan minum ini akan membuat umurmu bertambah.." Si kura-kura mengingatkan Urashima-san. Namun, seperti ucapan kura-kura, di tempat ini nggak ada larangan apa pun. Kamu bisa lakukan apa pun yang kamu mau.

Sayang, kenikmatan ini membuat tokoh kita ini sedikit bosan. Ia rindu dengan dunia daratan yang penuh keluh kesah dan kecemasan. Hingga, ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Dan, seperti saat menyambutnya, tak ada keramahan atau keberatan Putri laut saat melepasnya pergi. Penerimaan atas segala sesuatu. Itulah yang berulang kali diucapkan oleh kura-kura.

Namun ia nggak mengira, hadiah sang Ratu membuat penampilannya berubah. Ia kini seperti kakek berusia 100 tahun! Desanya pun telah hilang!

Click Clack Mountain

Selain cerita di atas, Click Clack Mountain ini pun cukup menggelitikku. Berkisah tentang tenuki yang menyukai kelinci. Tenuki selalu mengejar kelinci. Perilaku yang bikin kelinci makin nggak suka pada Tenuki. 

Oya, Tenuki yang pemalaa ini sangat rakus. Sambil sibuk merayu Kelinci, lidahnya bisa menyambar serangga atau apa pun yang lewat di dekatnya. Air liurnya tampak meleleh di dagu saking lahapnya ia makan.

Suatu ketika, tenuki berhasil meloloskan diri dari jeratan Pak tua. Tenuki menyombongkan diri atas kemujurannya lolos dari lubang maut. Sikap yang bikin Kelinci sewot. Pak tua itu selalu memberinya makan dan membiarkannya main di kebun.

Kisah yang berlatar danau Kawaguchi ini berlanjut dengan kemalangan lain yang menimpa Tenuki. Tubuhnya terbakar. Punggung dan ekornya tersulut api. Rasanya bukan main. Ia merintih dan meringkuk di lubangnya yang sempit. 

Lalu, seekor kelinci yang mengaku ahli obat melihatnya dan menawarkan bantuan obat gratis. Tentu saja, Tenuki menerimanya dengan senang. Sayang, balutan obat itu begitu panas. Tenuki pingsan.

Entah ia sial atau beruntung, sekali lagi Tenuki selamat. Sosok anjing tradisiomal Jepang ini menemui tokoh yang ia cintai. Menceritakan penderitaan dan nasib baiknya lagi. Lolos dari tepi maut. 

Tokoh perempuan yang belia ini hanya memandangi proa yang ia benci ini. Lalu, muncullah ide itu. Dengan manis, ia menawarkan ide brilliant itu pada Tenuki. Ide piknik yang disambut suka cita. Ia nggak mengira kalau ini adalah akhir dari hidupnya.

"Apakah mencintaimu adalah dosa?" Itulah kata-kata terakhir Tenuki. 

Sementara gadis cantik ini hanya menghapus peluh di dahinya. Ia nggak peduli dengan kepergian Tenuki.

Apa yang terjadi pada Tenuki? Kenapa kelinci melakukan tindakan tersebut? Ah, kamu pasti pingin tahu, kan? Yuk, baca bareng.

Kelebihan Buku


Meski menggambarkan ironi hidup tentang sifat dasar manusia, cerita ini disajikan dengan kelakar yang akrab di telinga. Seperti tentang pria yang mengejar gadis idolanya, tapi nggak peduli dengan penampilannya. Pria itu juga berniat menjadikannya istri, agar hidupnya nyaman dan santai.

Selain itu, tokoh-tokoh di Buku Otogizoshi The Fairy Tale Book of Dazai Osamu ini bukanlah sekedar tokoh imajiner tanpa arti. Gambaran surga dalam Urashima story bisa menjelaskan arti kepercayaan orang Jepang tentang alam yang penuh misteri. Manusia itu punya keterbatasan pengetahuan yang tak dipahami. Sehingga, terkadang manusia merasa sibuk dan lupa untuk menikmati alam ini.

Sementara cerita And The Mountain Echoed berkisah tentang seorang ayah yang harus kehilangan anak-anaknya, kisah dari Otogizoshi ini adalah tentang pria-pria yang harus menderita karena pandangan yang sinis terhadap dunia. 

Singkat kata, penulis nggak hanya menawarkan tokoh-tokoh yang seolah hidup dalam dunia nyata. Jadi, cerita yang idenya berasal dari cerita anak Jepang ini dapat membuka mata kita bahwa dalam kehidupan ini nggak selalu hitam dan putih. Ada warna lain yang membuat hidup ini pantas untuk diceritakan kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa