Silsilah Siti Atikoh Ternyata Ulama Besar Ini 7 Fakta Menariknya

silsilah-siti-atikoh-ternyata-ulama-besar-ini-7-fakta-menariknya
Sumber gambar: Instagram @atikoh.id


Tak kenal maka tak sayang. Itulah pepatah lama yang membuatku berpikir dulu sebelum menilai seseorang. Jadi, aku nggak melihat seseorang dari penampilannya aja. 

Dan, sebagai seorang perempuan, aku selalu kagum dengan sosok perempuan-perempuan tangguh Indonesia yang memberi kontribusi pada keluarga, masyarakat, dan negara. Seperti sosok Siti Atikoh, istri dari Ganjar Pranowo yang jadi bacapres 2024.

Untuk itu, aku pikir mengetahui  Silsilah Siti Atikoh ternyata ulama besar adalah penting. Bukankah dengan mengenal silsilah seseorang kita bisa belajar dari pengalaman keluarga tersebut? Apalagi kita tahu bahwa sosok ulama memegang peran penting dalam perkembangan pendidikan anak di masyarakat.


silsilah-siti-atikoh-ternyata-ulama-besar-ini-7-fakta-menariknya
Sumber gambar: Instagram @atikoh.id


Jujur aja, aku penasaran tentang silsilah Siti Atikoh yang sempat mengenyam pendidikan di Universitas Tokyo ini. Apalagi, saat kudengar bahwa ibu dari Muhammad Zinedine Alam Ganjar ini  merupakan cucu dari KH. Hisyam Abdul Karim. Ulama besar yang disegani di Jawa Tengah. Masya Allah.

Menurut Gus Baha, sosok ulama besar ini adalah tokoh penting NU di Jawa Tengah. Selain itu, kakek Siti Atikoh ini pun memegang peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Lalu, aku bertanya pada seorang teman yang mengampu mata pelajaran agama di sekolah. Beliau pun membenarkan bahwa sosok KH. Hisyam Abdul Karim bukanlah ulama biasa.

Nah, makin penasaran kan? Yuk cek 7 fakta menariknya.

Silsilah Siti Atikoh Ternyata Ulama Besar ini 7 Fakta Menariknya

Memang nggak salah kalau ada orang bilang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. KH. Hisyam yang lahir di Purbalingga, 8 Agustus 1909 ini merupakan putra dari Abdul Kariem, seorang kepala Dusun di Sukawarah di desa Kalijaran. 

Sebagai seorang pecinta ilmu, KH. Hisyam memulai pengembaraannya sejak lulus SD. Beliau mengaji pada ustadz - ustadz di kampungnya. Perjuangan menuntut ilmu yang luar biasa. Berikut 7 fakta menariknya:
  1. guru mengaji pertama KH. Hisyam Abdul Karim adalah ayahnya sendiri, yaitu: Kiyai Abdul Karim, seorang kepala dusun yang juga seorang guru kesenian Rodat.
  2. Rasa cintanya pada ilmu membuat beliau selalu ingin belajar. KH. Hisyam Abdul Karim pun belajar mengaji dari pondok ke pondok sekitar Banyumasan. Kecintaan pada ilmu yang menurun pada keturunan beliau, termasuk Siti Atikoh.
  3. Kakek Siti Atikoh ini nyantri pada beberapa guru, seperti: Kiyai Dahlan, Kiyai Ikhsan, Kiyai Yusuf, dan Kiyai Nuh Pager Ali, dan Kiyai Rifa'i.
  4. Beliau menyelesaikan pengembaraannya belajar dari pondok ke pondok selama 15 tahun. Perjuangan  menuntut ilmu yang juga dialami cucunya. Siti Atikoh dalam menempuh pendidikan hingga jauh ke  Universitas Tokyo, Jepang. Masya Allah. 
  5. KH. Hisyam, atas restu gurunya mendirikan Pondok Pesantren Roudlatus Sholihin di Sukawarah, Kalijaran pada 2 Febuari 1929 atau 22 Rajab 1347. 
  6. KH. Hisyam aktif sebagai pengurus di NU. Beliau menjabat sebagai Rais Syuriah PCNU Purbalingga selama 3 periode, yaitu: tahun 1973 - 1975, 1975 - 1978, dan 1978 - 1983. 
  7. Pondok Pesantren Raudlotus Sholihin sekarang dilanjutkan oleh keturunan beliau, yaitu:  KH. Muzammil dan KH. Musta'id Billah.


silsilah-siti-atikoh-ternyata-ulama-besar-ini-7-fakta-menariknya
Pondok pesantren Raudlatus Solihin Kalijaran di Jawa Tengah
Sumber gambar: YouTube KH.Hisyàm Abdul Karim 

Keistimewaan KH. Hisyam Abdul Karim Silsilah Siti Atikoh dari pihak Ayah

Selain fakta di atas, KH. Hisyam Abdul Karim pun memiliki beberapa keistimewaan lain. Ini terlihat dari peninggalannya. Ponpes Raudlatus Solihin Kalijaran.

1. Memiliki pemikiran terbuka dan peduli dengan perkembangan dunia pendidikan. Terbukti dari pembelajaran di pondok yang juga memperhatikan ilmu pengetahuan, seperti: ilmu Komputer.

2. Memperhatikan pendidikan yang berpusat pada murid. Aku sih melihatnya dari banyaknya eskul yang disediakan pondok, seperti: basket, bola kaki/futsal, pramuka, dan lain-lain. Kepedulian pada bidang eskul ini diwarisi oleh Siti Atikoh yang telah menjabat sebagai Kwarda Jateng.

3. Pendidikan ponpes yang mengutamakan perbaikan karakter. Aku jadi ingat kalau zaman sekarang, orang tua mulai merasakan pentingnya budaya positif. Wacana yang sudah masuk dalam kurikulum merdeka. Konsep yang sudah dilaksanakan ponpes sejak dulu. 

4. Mewarisi kebaikan. Warisan KH. Hisyam Abdul Karim yang berupa pondok kini juga dikelola oleh keturunan beliau termasuk Siti Atikoh. Harapannya, pondok ini bisa ikut membantu generasi bangsa untuk bergerak dan berkarya demi kemajuan negeri tercinta ini. Ah, aku pun teringat dari sumber NU online bahwa pondok ini pun jadi tempat pemuda pejuang berkumpul untuk melawan Belanda.

5. Silsilah Siti Atikoh dari pihak ayahnya, Akhmad Musodik ini berkecimpung di dunia pendidikan ponpes. Dunia yang mengajarkan kita untuk hidup sederhana, bersikap baik pada sesama, dan berjuang demi kesejahteraan bersama. 

6. Sikap tangguh dan pantang menyerah KH. Hisyam Abdul Karim. Beliau mengabdikan bertahun-tahun hidupnya untuk menuntut ilmu. Hal sama yang dilakukan oleh Siti Atikoh. Hingga, saat kondisi sulit ketika kuliah di UGM karena kehilangan orang tua pun, nggak menyurutkan langkahnya untuk menyelesaikan kuliahnya.

7. Rela mengorbankan jiwa dan raga untuk negara. KH. Hisyam Abdul Karim rela melatih santri dalam berbagai ilmu termasuk ilmu bela diri demi membela negara. Beliau nggak hanya mengajarkan santri-santri di pondok ilmu keagamaan, tapi juga ilmu keduniaan agar hidupnya aman dan sejahtera.

Ah, bicara tentang seorang ulama pasti nggak ada habisnya ya? Harapannya sih, kita bisa mendapatkan berkah kebaikan dari ulama terkemuka NU Jawa Tengah ini. Paling nggak, kita bisa belajar dari silsilah Siti Atikoh ini untuk menjaga diri kita, hingga kelak kita bisa menjaga keturunan yang baik. Semoga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa