Dari Novel Keep the Aspidistra Flying hingga Risalah Ramadan

 

dari-novel-keep-the-aspidistra-flying-hingga-risalah-ramadan

Alhamdulillah, bulan Ramadan sebentar lagi tiba. Bulan yang ditunggu oleh umat Islam di seluruh dunia. Apalagi janji imbalan pahala yang berlipat ganda atas amal perbuatan baik kita di bulan suci ini.

Kebetulan sih saat ini aku sedang membaca novel Keep the Aspidistra Flying yang ditulis oleh seorang penulis asal Inggris kelahiran India. 

Baca juga: Review Buku The Picture of Dorian Gray

Penulis yang melihat langsung bagaimana kesulitan ekonomi menjadikan karya-karyanya merefleksikan keresahannya tentang keadaan sosial di masyarakat. Isu yang kupikir cukup relevan di zaman ini.

Hingga, buku Risalah Ramadan, Iqtishad dan Syukur dapat menjadi alternatif jawaban keresahannya.

Sinopsis Keep the Aspidistra Flying

Sebagai seseorang yang lahir dari keluarga kelas menengah bawah, Gordon Comstock terbiasa dibully. Terbiasa memakai pakaian lusuh, hingga orang-orang pun berusaha menghindar saat berpapasan dengannya.

Bagaimana tidak? Kadang, berhari-hari ia harus rela untuk tidak mandi karena harus menghemat.

Baca juga: Review Buku Wonder

Sebenarnya, kakek Comstock memiliki apa yang disebut orang kebanyakan sebagai harta. Namun, ketidakcakapan anak-anaknya menjadikan harta itu pun habis seperti air yang mengalir. Dari beberapa anak-anak kakek Comstock yang berjumlah sebelas orang, nggak ada satu pun yang money wise. 

Mereka harus mengikat pinggang demi untuk makan. Satu per satu keturunan kakek Comstock meninggal. Kemalangan seolah akrab dengan keluarga Comstock.

Walter, pamannya yang lain, tinggal di pemukiman orang jumpo. Di usianya yang ke 67, kecintaannya pada hidup itu sama dengan keakrabannya dengan penyakit yang ia derita. Seorang bibinya yang masih hidup, ada yang tinggal di rumah sakit jiwa. 

Ah, kepahitan hidup itu seperti sisa uang di saku Gordon.

Meski itu pun nggak menggoyahkan kebencian rahasianya terhadap uang. Sangking bencinya, Gordon tidak mau terperangkap dalam jerat pekerjaan bagus seperti pria muda di seluruh London.

Sayangnya, ketidakadaan uang bikin Gordon nggak bisa bayar kontrak rumah. Ia pun diusir dan tinggal di jalanan. Dalam kedinginan dan kelaparan, Gordon pun bekerja sebagai penggeret kerat ikan. Pekerjaan berat yang nggak sanggup ia jalani.

Sementara itu, Gordon berusaha menjaga persahabatannya dengan Revelson. Editor Antichrist. Seorang sosialist yang hidup dengan dompet tebal. Hingga, Revelson sering merasa bersalah dengan gajinya yang besar. Apalagi dengan Gordon yang hidup di ujung pintu kelaparan.

Dalam penolakannya atas penjara uang atau pekerjaan bagus, Gordon terus merutuki uang. Ia mengutuk uang atas nasib bukunya yang nggak laku atau hidupnya yang tanpa wanita pendamping. Uang baginya adalah biang kerok!

Malam itu pun, demi menghindari dinginnya kamar dan kesendiriannya, Gordon melangkah tanpa arah. Kakinya sakit. Perutnya kosong. Tapi, ia menolak untuk pulang dalam sepi kamar sempitnya. Juga aspidistra di sudut kamarnya.

Gordon berpapasan dengan beberapa wanita di pinggir jalan. Wanita-wanita muda yang menggoda. Tapi, mereka pun hanya melihat dari sudut mata saja. Bahkan ketakutan melihat matanya yang lama tak melihat wanita. Lalu, menganggapnya seolah nggak ada.

Ia pun teringat pada kekasihnya. Rosemary. Ah, kalau saja ia ada di sini. Gordon akan memaafkan apa pun. Asalkan ia terbebas dari belenggu rasa sepi ini. Bebas dari rasa tanpa sentuhan seorang manusia.

Matanya tak sengaja melihat sosok gadis itu. Rosemary. Hatinya gembira. Kini ia pun memiliki wanita di sampingnya. Mereka pun berjalan bersisian hingga malam. Gordon nggak bisa mengajak Rosemary ke kamarnya, karena ibu kosnya nggak pernah mengijinkan. 

Sayang, sekali lagi uang jadi pemicu pertengkaran mereka. Meski Rosemary mengaggumi Gordon, ia nggak pernah mengerti kenapa Gordon terlalu mempermasalahkan uang. Hingga, mereka terjebak di sebuah hotel. 

Terancam rasa lapar dan haus, Gordon terpaksa memesan menu yang di luar jangkauan uang miliknya. Telapak tangannya pun terasa basah. Dadanya berdetak tak karuan.

Lalu, apa yang harus Gordon lakukan? Apakah ia akan menyerah dalam jerat uang?

Nah, kepo dengan cerita selanjutnya? Mari baca bareng. 

Kenapa buku Risalah Ramadan Iqtishad dan Syukur

Jujur sih, aku nggak banyak tahu tentang bulan Ramadan. Itu sebabnya, aku pun ingin membaca buku yang ditulis oleh penulis berkebangsaan Malaysia ini.

Risalah Ramadan Iqtishad dan Syukur

Meski ditulis menggunakan bahasa Melayu, buku ini cukup informatif lho. Apalagi pokok bahasannya yang ever green dan bermanfaat untuk meningkatkan keimananku sebagai seorang muslim.

Buku ini pun mengupas tentang qanaah, israf, dan tabriz yang umum terjadi di era digital ini. 

Sebut saja istilah flexing yang konotasinya bisa jadi israf dan tabriz. Berlebihan dalam hal yang baik dan boros dalam hal yang haram.

Sinopsis Buku Risalah Ramadan Iqtishad

Buku ini membahas tentang keutamaan bulan suci Ramadan. Hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.

Dalam bab pertama dijelaskan tentang 9 noktah yang membahas beberapa hikmah dari banyaknya hikmah di bulan mulia ini 

Noktah kesatu

Allah menjadikan muka bumi ini seumpama hidangan yang luas terbentang dipenuhi dengan nikmat tak terhitung. Allah menunjukkan sifat Rubbubiyahnya yang sempurna.

Adakah mereka yang tak turut serta dalam peribadatan yang tinggi dan mulia ini layak dianggap manusia? (Hal.4)

Dalam pemikiranku yang sederhana, kita bisa mengibaratkan ini seperti undangan makan gratis. Kita bisa menikmati semua sajian makanan yang berlimpah dengan bahagia. Sementara sang tuan rumah hanya meminta ucapan terima kasih sebagai imbalannya. 

Lalu, bagaimana dengan mereka yang hidup tapi nggak bersyukur? 

Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah  yang ingin kamu dustakan. (Q.S. Ar.Rahman: 13)

Menurutku sih, orang-orang yang nggak bersyukur akan masuk golongan orang yang lalai. Naudzubilah. 

Noktah kedua

Rasa syukur terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah pada kita. Allah meminta bayaran pada kita atas nikmat yang telah Allah berikan. Tentu saja dengan rasa syukur pada-Nya.

Noktah ketiga

Salah satu hikmah pada kehidupan sosial manusia adalah adanya taraf kehidupan yang berbeda. Sifat belas kasih sayang pada sesama merupakan salah satu kunci rasa syukur.

Noktah keempat

Hikmah Ramadan selanjutnya adalah terkait menahan nafsu. Terbayang kan jika manusia melepaskan hawa nafsunya? Betapa kerusakan akan terjadi di muka bumi ini. Sikap menahan nafsu akan menjadikan manusia lebih manusiawi.

Noktah kelima

Hikmah puasa di bulan Ramadan adalah mendidik hawa nafsu manusia. Membebaskan diri dari tindakan yang maksiat, baik karena lalai maupun lupa. Karena nafsu manusia akhirnya akan melupakannya dari Zat-Nya 

Noktah keenam

Dari aspek penurunan Al Quran dan bulan Ramadan sebagai bulan yang paling utama. Hikmahnya adalah menghindari segala tindakan yang buruk.

Sesungguhnya di bulan Ramadan, dunia ini layaknya sebuah masjid. Berjuta orang di seluruh penjuru dunia berlomba-lomba berbuat baik. Mengaji dan mengkaji Al Quran.

Noktah ketujuh

Hikmah Ramadan dalam aspek usaha adalah makin banyaknya umat muslim yang berniaga dalam kebaikan, karena upah pahala yang berlipat ganda.

Noktah kedelapan

Selanjutnya adalah hikmah Ramadan terkait kehidupan pribadi manusia. Ramadan merupakan proses latihan membiasakan diri untuk berpuasa dan bersabar menahan lapar 

Noktah kesembilan

Hikmah selanjutnya adalah aspek pengabdian manusia melalui pemusnahan nafsu yang menolak keberadaan Tuhan. Nafsu yang mendakwa bahwa manusia memiliki sifat ketuhanan.

Di sini dijelaskan bagaimana seorang muslim harus bersikap yang dijelaskan dalam ayat Ash-Saffat, 180-182.

Maha suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan, dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahlan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.

Selain itu buku ini pun menjelaskan tentang Risalah Iqtishad (sederhana), qanaah (cukup), israf (melampaui batas), dan tabzir (boros). 

Apa hubungan antara novel Keep the Aspidistra Flying dan Buku Ramadan Iqtishad dan Syukur

Seperti yang kita ketahui, George Orwell merupakan penulis buku-buku bertema sosial. Di novel Keep the Aspidistra Flying ini, kita bisa temui sikap sinis Gordon terhadap uang. 

Faith, hope, money - only a saint could have the first two without having the third.

Sementara itu orang-orang London digambarkan sebagai sosok-sosok dingin tanpa rasa kasih sayang. Sebuah rasa yang sepatutnya dimiliki seorang manusia.

Maka, Ramadan sebagai bulan penuh rahmat kiranya dapat memberi alternatif jawaban bagi orang-orang dengan isu serupa. Bulan kasih sayang ini moga dapat menjadi solusi bagi gordon-gordon yang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa