Tanah Kelahiranku, Lampung dan Sebambangan


sumber gambar: Facebook. Gambar pernikahan adat Lampung
Tabik pun,

Selamat malam teman, di mana pun kamu membaca tulisan ini. Semoga kesehatan selalu tercurah padamu.

Mungkin kamu heran dan tidak tahu tentang kata “Tabik pun”, kata yang biasa diucapkan warga Lampung saat membuka suatu acara, sebagai salam pembukaan. Salam yang dijawab dengan ucapan “Iya pun.”

Bicara tentang Lampung, sebagai warga Lampung, aku yang tinggal dan besar di Lampung ini harus banyak belajar.

 Mengingat beragamnya suku yang membaur di Lampung, akan sulit menemukan warga Lampung berbicara dengan menggunakan bahasa Lampung. Entah apa penyebabnya. 

Meski aku tinggal di Kedaton, Bandarlampung yang notabene banyak ditempati oleh warga asli Lampung, tak ada dari mereka yang secara terbuka bicara dalam bahasa Lampung. 

Mereka tidak berkomunikasi dengan bahasa Lampung kecuali dengan kerabat dari kampung yang sama. Aku malah lebih sering denger orang Lampung ikut-ikutan ngomong bahasa Jawa. 

Aku sendiri pernah tinggal selama 6 tahun di Terbanggi Besar, ngekos bareng teman-teman yang asli Menggala, Terbanggi, Kalianda, dan wilayah Lampung lain. 

Tapi, mereka selalu bicara dengan bahasa Indonesia denganku. Alhasil, selama lima tahun aku hanya bisa bicara. “Wat-wat gawoh.” (Ada-ada saja) dan makan sruit pake sendok.

Begitulah, hingga sekarang pun aku berniat tahu tentang Lampung dan mencari sedikit tentang informasinya di internet. Aku juga akan bertanya tentang ini dari teman-temanku tentang Lampung. 

Sayangnya, bahasa Lampung termasuk bahasa yang harus dipraktikkan supaya lancar. Sama dengan belajar bahasa lain. Jadinya, aku sekarang akan membahas tentang adat Sebambangan. Adat kawin lari yang popular di kelompok adat Lampung Pepadun.

Kelompok adat Pepadun yang terdiri dari, Abung Siwo Rejo, Mego Pak Tulang Bawang, Pubian Telu Suku, Buay Lima Way Kanan, dan Sungkai Bunga Mayang.

Sebambangan atau kawin lari adalah adat yang dilakukan sukarela oleh mulei (gadis) dan mekhanai (bujang) yang terlibat cinta kasih namun tak direstui orang tua karena perbedaan kelas ekonomi, adat dan status sosial. 

Biasanya hal itu disebabkan oleh biaya begawi adat  yang terbilang mahal jika pernikahan jujur atau ittar yang bisa memakan waktu 7 hari 7 malam atau bahkan 30 hari 30 malam. 

Mungkin itu yang jadi penyebab ungkapan bahwa gadis Lampung itu mahal.

Prosesi Sebambangan

Sebambangan atau kawin lari dilakukan untuk menghindari hal yang menghalangi pernikahan seperti persyaratan adat yang membutuhkan biaya besar. 

Tapi, sebambangan bukannya tanpa syarat. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam adat sebambangan ini, seperti:

  1.  adanya persetujuan sang gadis untuk melakukan sebambangan, karena akan ada prosesi yang dilakukannya
  2.  Sebelum pergi si gadis meninggalkan surat bahwa ia melakukan keinginannya untuk sebambangan dengan kekasihya.
  3.            Si gadis akan keluar bersama kuwari (teman si gadis) untuk bertemu dengan si bujang di tempat yang sudah dijanjikan  Si gadis juga meninggalkan uang tengepik atau sejumlah dana yang diminta olehnya sebagai tanda sepakat untuk diboyong si bujang
  4.           Keluarga bujang harus melakukan pengundoran senjata atau nggatak salah. Pengundoran senjata ini bertujuan untuk mengajak damai. Simbol yang digunakan adalah keris dan linggis
  5.       Si gadis yang telah setuju melakukan sebambangan dianggap secara adat telah menikah dengan si bujang. Jadi, keluarga si gadis tak bisa memaksa putrinya untuk pulang ke rumah.

Adat Sebambangan Sekarang

Aku masih ingat tahun 2011 silam, seorang teman melakukan sebambangan karena keluarganya tidak setuju dengan calon suaminya yang berbeda status. 

Malam itu begitu heboh, dan ramai. Aku juga ingat keluarga si bujang mengenakan pakaian adat membawa bahan makanan pokok disertai keris, golok, dan linggis. Malam itu juga upacara pernikahan dilakukan di rumah si bujang. 

Saat itu aku begitu tegang dan khawatir. Alhamdulillah, semuanya baik-baik saja. Kata temen yang lain, beberapa prosesi itu hanyalah adat. “Nggak usah khawatir. Zaman kan sudah berubah.” 

Ia tersenyum. Aku membalas senyumnya sambil berpikir. Aku, sebagai warga Lampung harus banyak belajar agar mengerti, dan tidak salah paham. Hingga bisa lebih mencintai Lampung. Tanah kelahiranku yang kaya ini.

Bandarlampung, 10 Desember 2019

Sumber data

Komentar

  1. Tabik Pun...
    Jadi tahu adat asli Lampung. Makasih mb Yoharisna😄

    BalasHapus
  2. Waaah kereen banget jadi pengen liat langsung acara adatnyaaa 😍

    BalasHapus
  3. wah nice info kak, kereeen ya Indonesia beragam budaya yg indah :)

    BalasHapus
  4. symbol pengundorannya ngeri,,linggis euy hihihi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

RPP Bahasa Inggris Kelas XI KD 3.4 Invitation Letter