Sekolah Relawan, Sebuah Solusi Permasalahan Bangsa


Pasar Koga, salah satu pasar tradisional di Bandarlampung terlihat sepi. Saya adalah satu-satunya pembeli di sebuah Toko Kelontong Mak Inul, langgananku yang dulu ramai pembeli. 

Pedagang yang lain, saya lihat sedang mengobrol tentang banyak hal. Tentang sulitnya membayar tagihan sales, naiknya harga beras, hingga kemiskinan yang menyebabkan banyaknya pengemis yang berkeliaran di pasar. 

Sehari ini saja, saya melihat ada 6 orang pengemis yang sudah berada di posnya masing-masing. Ya, mereka punya tempat biasa untuk duduk dan mengemis. Seperti layaknya pedagang yang punya lapak di pasar. 

Mereka pun punya tempat, waktu dan cara mengemis yang khas. Saya sering memperhatikan mereka ada di tempat yang sama, jam yang sama di hari-hari tertentu, dan menggunakan pakaian khas pengemis untuk memperoleh simpati untuk mendapatkan uang sedekah. 

Seolah mereka pekerja professional yang punya ritme kerja dengan jadwal teratur. Profesi pengemis. Hal yang memprihatinkan mengingat profesi ini adalah tanda kemiskinan mental, dan kemiskinan kreativitas, terlepas apa pun alasannya. Apalagi jika profesi ini dilakukan dalam durasi yang lama.

Saya tak akan membahas terkait profesi ini dan segala fasetnya karena butuh riset khusus yang serius dan panjang untuk mendalaminya. 

Saya hanya akan membahas sedikit bagaimana saya sebagai seorang anggota masyarakat dapat turut berperan dalam menanggulangi masalah ini di lingkungan sekitar saya. 

Peran yang dapat saya lakukan dengan bergabung dalam organisasi NGO seperti Sekolah Relawan. Organisasi kerelawanan yang dapat turut serta memberi solusi terhadap permasalahan bangsa ini.

Sebelum saya utarakan alasan saya ingin berperan dalam gerakan kerelawanan ini, kita  akan cek data kemiskinan menurut BPS (Badan Pusat Statistik) yang bisa jadi alasan banyaknya jumlah pengemis di sekitar kita.  

Menurut data BPS, penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2019 mencapai 25,14 juta orang, menurun 0, 53 juta orang dari bulan September 2018.  

Sedangkan jumlah pengemis di perkotaaan seluruh Indonesia tahun 2019 diperkirakan mencapai 77.500 orang. Jumlah yang cukup besar yang dapat menimbulkan masalah yang kompleks di masyarakat.

Masalah kemiskinan, menurut saya adalah masalah kompleks yang seperti mata uang. Alami. Sebagaimana ada terang dan gelap, maka kemiskinan dan kemakmuran adalah hukum alam yang tak bisa dielakkan. 

Masalahnya adalah bagaimana yang hidup dalam kemakmuran dapat berbagi pada yang hidup dalam kemiskinan. Hingga terciptalah keharmonisan.

Sedang, pilihan untuk berbagi dengan kerelaan adalah suatu hak dan kewajiban sebagai seorang anak manusia. Membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa mengenal batas. 

Bukankah sebagai warga negara Indonesia, kita meyakini dasar negara kita Pancasila yang sila ke duanya berbunyi, 

“Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Artinya, kita wajib membantu siapa pun yang membutuhkan demi mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

Selain itu, mengikuti kata hati untuk membantu orang lain pastilah akan membahagiakan. Membuatmu semakin kaya. Kata lainnya, kita tak akan bertambah miskin dengan membantu orang lain. 

So, tunggu apa lagi, yuk ikut “Gerakan Kerelawanan Sebagai Solusi Permasalahan Bangsa “ agar kita turut berperan dalam perubahan menuju Indonesia yang sejahtera.

@sekolahrelawan
#ParadeRelawan2019
#GerakanKerelawanan
#SolusiPermasalahanBangsa

Bandarlampung, 13 Desember 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa