Puisi Buat Asap Rumahku


Pagi itu kau bilang padaku tentang sebuah cerita yang hilang. Cerita tentang halaman rumahmu yang terbakar berikut rumahmu. Terbakar bersama buku – buku dan tas belajarmu yang akan kau bawa esok hari. Lalu, kau katakan pada gurumu. “Pak, Bu, maafkan saya. Buku dan tasku terbakar. Bahkan baju dan rok pemberian sekolahku pun ikut terbakar.”

Bapak dan ibu guru menepuk bahumu, dan berkata, “Nak, bagaimana dengan rumahmu? Sekarang kamu tinggal di mana?”

“Aku tinggal bersama tetanggaku, Pak. Tetanggaku juga memberiku buku dan pena untuk kubawa sekolah hari ini. Emak bilang, buku dan pena itu lebih penting dibanding yang lain.” Kamu tersenyum dan mengangguk. ”Tapi tetanggaku juga memberiku dan emakku makan.” Kamu menepuk perutmu. Aku lihat tanganmu yang sedikit melepuh. Aku ingin menyentuhmu. Menghiburmu. Tapi, aku ingin melakukan lebih dari itu. Aku juga ingin menangis untukmu.

Sepanjang pelajaran berlangsung, aku hanya memperhatikanmu. Melihatmu yang terkadang terbatuk – batuk. Rasanya napasku ikut terasa sesak. Aku ingat ceritamu tentang asap yang menyelimuti tanah bekas rumahmu. Tanah yang ikut menghitam terbakar. Tanaman kebun yang dirawat berbulan – bulan oleh emakmu pun tak ada yang tersisa. Mati. Hilang, kecuali asap. Bahkan, puing – puing rumah dan tanaman yang menghitam itu pun kini hanya debu yang berterbangan.

Kamu juga bercerita tentang orang – orang yang sibuk bertanya dan berfoto denganmu. Memegang tangan dan bajumu yang kotor terkena debu asap. Tersenyum dan melenggak di depan sisa – sisa debu halaman  dan rumahmu. Bercerita di instagram story mereka dengan ketangkasan bak reporter senior. Mereka juga mengajak emakmu berpoto dan ngobrol. Emakmu yang saat itu masih menangis karena halaman dan rumahmu adalah harta satu – satunya peninggalan ayahmu. Harta yang kini tinggal debu dan asap.

Pak RT dan lurah kampungmu pun ikut berpoto bersama keluargamu. “Kesempatan yang mungkin tak akan pernah muncul lagi.” Katamu sambil tersenyum. Kamu berharap pak RT dan pak Lurah dapat membantumu membangun rumah dan menanam tanamanmu lagi. Menata asa. Mengembalikan apa yang telah asap rebut dari hidupmu. Mata emakmu pun tersenyum. Mendengar harapanmu.

Bandar Lampung, 17 September 2019




Komentar

  1. Asap sekarang lagi viral, semoga segera ditemukan solusinya

    BalasHapus
  2. Semoga sehat-sehat semuanya ya umm, dan setelah ini ndak ada lagi kabut asap

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya mb.. smoga smuanya cpt pulih y. Tq udah mampir

      Hapus
  3. yaa Allah,,,, sedih atas bencana yang terjadi tapi cuma bisa kirim doa... sehat2 selalu yah Mba,,,

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa