Persahabatan, Bukan Obat Luka, Hanya Penawar Rasa


Pernah kukatakan pada diriku sendiri, bahwa hidup itu tak bisa sendiri. Harus berteman. Memiliki pasangan. Seperti semua mahluk di atas bumi.

Lalu, kenapa aku masih sendiri? Masih belum punya pasangan. Ah, jawabnya masih ada dalam doaku. Aku yakin, semua mahluk ada pasangannya. Termasuk aku.

Bicara tentang pasangan, kupikir tak lepas dengan kata teman atau sahabat.

Ya, teman. Seperti koin. Teman dan sahabat ada di salah satu sisinya. Kenapa kubilang begitu? Mungkin karena kupikir teman selalu ada saat senang dan sahabat selalu ada saat susah. Mungkin begitu. Ini menurutku, lho. Meski kuyakin semua orang punya pendapat beda. Tak mengapa. Beda itu bagus. Mengingatkanku kalau kamu ada.

Okey, kalo aku mikirin tentang teman, maka akan bertumpuklah nama dan wajah di benak dan pikirku. Aku saat ingat pada nama - nama itu, saat senyumku lebar dengan piring penuh makanan yang siap kubagi. Aku tertawa bersama dan bahagia pernah mengenal mereka. Hidup ini terasa berwarna jika aku duduk bersama mereka. Keberadaan mereka seperti musim panas yang hadir setelah musim dingin yang panjang.

Lalu, sahabat itu apa?

Bagiku sahabat itu seperti kata yang menghangatkan. Meski jauh atau dekat,  akan membuatku merasa begitu tenang. Bagiku, sahabat tak punya ruang. Juga tak punya waktu. Meski saat bahagia, aku sering tak mengingatnya. Hanya terlalu malu mengakui, jika ingat saat susah saja. Ah, tapi itulah nyatanya.

Persahabatan itu ada yang bilang bagai kepompong. Emm..mungkin benar. Karena saat kepompong terbuka, akan jadi kupu - kupu, kan? Masalahnya, gimana nasib saat masih jadi kepompong? Pastinya masih gelap, ya. Meski tetap berharap. Harapan kan jadi sesuatu yang indah.

Terus, aku jadi ingat saat ada yang dekat dengan sahabatnya saat ia sedang susah saja. Well, alaminya emang kita gitu ya. Menjadikan sahabat sebagai pelipur lara saja. Obat luka. Mengobati sakit. Seperti dokter yang diingat saat kita sakit. Padahal, dokter itu pun harus diingat saat sehat juga. Jadi kita dapat menikmati hidup dengan harmonis. Ingat saat sedih, bahagia, dan semua rasa lain.

Yah, kupikir apa pun namanya sahabat itu akan melengkapi kita. Bagaimana pun kita. Membuat hidup jadi lebih baik. Lebih bahagia. Menurutku, sih. Gimana menurut mu?

Bandar Lampung, 9 April 2019






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa