Self Talk: Perlukah Dilakukan?

self-talk-diskusi-positif-untuk-pengembangan-diri


Pernahkah kamu melihat orang yang ngobrol dengan dirinya sendiri? Mungkin pernah. Tapi, kita nggak tahu. Dialog dengan diri sendiri bisa dilakukan dalam pikiran kita. Aktivitas yang sering kita lakukan saat kita merasakan sesuatu yang terjadi pada diri kita atau orang lain di sekitar kita.

Seperti aku yang sering menanyakan diriku tentang apa yang telah kulakukan seharian. Apakah tindakanku sudah benar? Apakah aku menyakiti hati orang lain? Apakah aku sudah berbuat yang terbaik? Lalu, bagaimana caraku agar aku bisa jadi pribadi yang lebih baik besok? 

Biasanya, pertanyaan-pertanyaan itulah yang mendasari dialog yang menghangatkan ruang di kepalaku. Lalu, aku berdialog dengan diriku tentang alasan tindakanku. Jika aku mendapatkan kesimpulan bahwa tindakanku salah, aku akan berdialog untuk mencari cara memperbaiki diriku. Sehingga, jika ada pertanyaan "Self talk perlukah dilakukan?" Jawabannya adalah perlu.

Okey, sebelum aku ceritakan tentang alasan jawabanku itu, kita cek dulu pengertian self dulu, ya.

Pengertian Self Talk

Diskusi dengan diri sendiri atau self talk adalah cara kita untuk bicara dengan diri sendiri atau inner voice. Kadang kita tidak menyadari saat melakukan hal ini, tapi kita pasti melakukannya. Inner voice ini menurut pendapat Fiirestone (1997) merupalkan sistem terorganisasi dan berhubungan dengan perasaan (efek) pengasingan (alienation) dan permusuhan terhadap minat diri seseorang.

Kita juga dapat mengartikan inner voice sebagai suatu cara berpikir mengenal diri dimana individu seolah berbicara dengan dirinya sendiri. (Christia, 2007). 


Apakah Self talk itu selalu Positif?

Dari pengertian self talk yang kubaca, cara diskusi dengan diri sendiri ini dipengaruhi oleh cara berpikir kita. Seseorang yang memiliki kecenderungan berpikir positif, maka self talk yang ia praktikkan akan memberi imbas positif bagi dirinya. Namun, seseorang yang memiliki cara berpikir negatif, maka self talk-nya pun bisa mengakibatkan hasil diskusi yang negatif.

Lalu, self talk apa yang sering kupraktikkan dalam kehidupan sehari-hari? 

Kalau mengamati dari sifatku yang kalem dan sedikit deep thinker, aku termasuk dalam kategori keduanya. Aku nggak selalu memiliki diskusi yang positif terhadap diriku sendiri. 

Mengapa aku mengatakan hal tersebut?

Karena aku terkadang mempertanyakan tindakanku dan menyalahkan diri saat ada masalah yang muncul. Seperti peristiwa yang menimpa siswaku beberapa waktu yang lalu. Saat itu terjadi peristiwa bullying di kelas dan anak-anak harus merasakan ketidaknyamanan. Begitu pun saat aku mengajar dan kelas nggak sukses mencapai target. 

Perasaan menyalahkan diri sendiri saat perisstiwa terjadi ini nggak memberi efek baik. Aku jadi merasa kecewa dan kehilangan rasa percaya diri. Merasa gagal dan nggak pantas menjadi seorang guru. Pemikiran yang tidak menyehatkan untuk mentalku. Kesadaran ini yang mengubah caraku untuk melihat diriku sebagai pribadi yang utuh. Tidak sempurna dan seirng melakukan kesalahan. Namun, aku selalu berusaha untuk memperbaiki diri.

Karena itulah, aku pun melakukan proyeksi diri. Caranya adalah dengan mengalihkan emosi yang tidak kuinginkan dengan hal yang positif. Bukan seperti definisi Freud yang berarti menyalahkan orang lain untuk membela diri. Namun, proyeksi diri yang kulakukan adalah lebih  dari aktivitas diri melihat keseluruhan diri sendiri dalam cermin. Lalu, melihat hal terbaik dalam diri yang bisa aku lakukan.

Self talk yang sering aku lakukan

Mengingat kesadaranku bahwa aku harus menjadi pribadi yang lebih baik, aku merasa penting untuk melakukan self talk. Biasanya, aku melakukannya saat sendiri atau menjelang tidur. 

Apakah tindakanku sudah benar?

Pertanyaan ini sering muncul di pikiranku. Pemicunya biasanya adalah masalah yang muncul di sekitarku, baik itu di sekolah, di rumah, atau di tempat lain. Mungkin, hal itulah penyebab sikapku yang terkesan ragu dalam mengambil keputusan. Terlalu takut untuk mengambil tindakan. Khawatir keputusanku memberi dampak negatif yang lebih banyak dibandingkan positifnya.

Aku mengerti bahwa hal ini masuk dalam kategori overthinking. Sikap yang nggak baik, hingga aku berusaha mengambil cara terbaik dan memutuskannya dalam tindakan. Percaya bahwa kemampuan diri akan berkembang dengan lebih baik saat kita berani berbuat dan mengambil risiko.

Apakah aku menyakiti hati orang lain? 

Pernah merasa bersalah dan menyesal setelah mengatakan sesuatu? Aku pernah. Meski aku mengerti bahwa yang aku katakan itu adalah benar, aku merasa bahwa ada cara lain untuk mengatakan hal tersebut. Seperti saat menegur siswa yang melakukan kesalahan di depan teman-temannya atau menyalahkan tindakannya di saat kita nggak tahu alasan siswa tersebut melakukan kesalahan tersebut.

Aku teringat saat aku marah pada anak yang terlambat masuk kelas. Anak itu hanya diam dan terlihat pasrah mendengar omelanku. Saat itu aku nggak tahu bahwa anak itu baru saja tertimpa musibah. "Bu, motornya pecah ban di jalan. Kasian. Ia mendorong motor ke bengkel. Trus, masih ibu marahin." Deg, saat mendengarnya, aku rasanya menyesal. Aku pun meminta maaf pada anak itu. 

Sejak itu, aku nggak pernah menegur sebelum menanyakan alasan perbuatan anak tersebut. Kalau pun mengingatkan anak, aku mengubahnya dalam bentuk ajakan, seperti: "Ayo, pakai bajunya yang rapi." atau " Yuk, bersihkan kelas bareng teman-temanmu."

Harapanku sih, kesadaran untuk menjaga perasaan orang lain ini akan membuatku lebih baik dalam menghargai diri sendiri. Bukankah refleksi diri pun dapat dilihat dari cara kita memperlakukan orang lain?

Apakah aku sudah berbuat yang terbaik? 

Dalam monev yang terjadi beberapa minggu lalu, aku mendapat beberapa masukan. Insight yang diberikan oleh tim monev ini makin memperkuat kesadaranku akan pentingnya refleksi diri. Evaluasi diri untuk perbaikan proses pembelajaran yang selanjutnya. Sebagai seorang manusia, refleksi diri ini dapat mereduksi kesalahan yang telah dilakukan, seperti melakukan diskusi dalam kelompok atau komunitas yang sesuai dengan kebutuhan kita.

Lalu, bagaimana caraku agar aku bisa jadi pribadi yang lebih baik besok? 

Melakukan aktivitas positif seperti mengaji bareng, membaca buku, atau sekedar ngobrol dengan teman adalah hal baik yang dapat kita lakukan untuk jadi pribadi lebih baik. Selalu terbuka dengan kritik dan saran untuk kemajuan diri adalah syarat untuk menjalani proses tersebut. 

Dari beberapa self talk yang biasa aku lakukan itu, hal apa saja sih yang penting diketahui?

Menurutku, untuk memperbaiki self talk, kita dapat mengenali aspek positif dari self talk yang positif. 

Keuntungan Self talk yang positif adalah
  1. meningkatkan vitalitas
  2. kepuasan hidup yang lebih baik
  3. meningkatkan sistem imun
  4. mengurangi rasa sakit
  5.  kesehatan cardiovaskular lebih baik
  6. kesehatan fisik lebih baik
  7. mengurangi risiko kematian
  8. risiko stress lebih rendah

Melihat banyaknya keuntungan dari sell talk di atas, aku pun memperhatikan sekitarku. Bagaimana seseorang yang memiliki positif thinking terlihat lebih muda dan sehat.

Sementara seseorang dengan negatif thinking yang bisa diketahui dari caranya mengafirmasi diri, terlihat kusam dan tidak ceria.

Lalu, apa aja sih kategori self talk itu?

Tipe Self talk

  1. Personalizing. Menyalahkan diri sendiri atas semua hal yang terjadi.
  2. Magnifying. Melihat hal negatif dari semuanya dan tidak menghiraukan hal positif yang ada.
  3. Catastrophizing. Mengharapkan hal terburuk. Tidak mengindahkan hal logis untuk mengubah pendapatmu.
  4. Polarizing. Memandang sesuatu hitam dan putih. Tidak ada kompromi atau middle ground untuk mencari penyelesaian masalah. 

Setelah mengetahui tipe self talk, aku mulai memperbaiki caraku melihat diri dan sekitarku. Hal ini mengingatkanku dengan webinar bersama Teh Diah beberapa waktu lalu. Saat itu beliau membahas tentang membasuh luka pengasuhan. 

Beberapa contoh Self Talk

Self talk negatif: Saya pasti nggak bisa, karena saya bukan siapa-siapa.
Self talk positif: Saya pasti bisa, karena saya orang hebat.

Self talk negatif: Saya gagal dan mempermalukan diri saya dan keluarga.
Self talk positif: Saya bisa sukses dan membahagiakan diri saya dan keluarga. Saya hanya perlu kerja keras dan berani.

Self talk negatif: Saya bodoh dan miskin, pasti nggak bisa menyelesaikan tugas ini.
Self talk positif: Saya pintar. Saya pasti bisa menyelesaikan tugas ini. Saya hanya harus lebih rajin dan tekun.

Bagaimana caraku melakukannya?


  • Mengenali perangkap self talk negatif. Biasanya rasa ragu pada diri dan pesimis terhadap kemampuan diri ini akan muncul saat kita menghadapi event besar dalam hidup. Cara mencegahnya adalah dengan mempersiapkan diri dengan lebih baik, hingga kita bisa mengantisipasi hal tersebut. Contohnya saat menjadi MC, kita sudah mempersiapkan diri dan hadir sebelum acara dimulai.
  • Mengecek perasaanmu. Tidak membiarkan diri tenggelam dengan rasa khawatir dengan apa yang belum terjadi. Yakin aja bahwa usaha nggak akan menghianati hasil.
  • Cari sisi humornya. Selalu ada hikmah dari setiap peristiwa. Kita hanya bisa memprediksi hasil dan mengantisipasi segala kemungkinan. 
  • Dekati orang yang positif. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi diri kita. Pikiran dan perasaan kita pun jadi lebih sehat.
  • Berikan diri kita affirmasi positif. Kita dapat memuji diri atas pencapaian hidup. Tujuannya adalah untuk memberi semangat pada diri kita dan pengingat saat kita mengalami kegagalan.

Kapan Harus Mencari Bantuan?

Perasaan manusia sulit untuk dipahami. Namun, saat self talk mengacu pada rasa pesimis terhadap kehidupan ini, maka artinya kita harus segera mencari bantuan. Kita bisa ngobrol bareng teman terpercaya. Jika hal itu masih dirasa kurang, kita juga bisa menemui terapist untuk ikut membantu.

Harapannya, dengan memperbaiki self talk, kita bisa memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Optimis menjalani kehidupan ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa