Kenapa Kita Belajar dengan Orang yang Lebih Muda?

Kenapa-kita-belajar-dengan-orang-yang-lebih-muda


Malu untuk belajar lagi karena merasa sudah tua? Apalagi jika gurumu usianya satu atau dua dekade lebih muda darimu. Perasaan yang kamu alami itu manusiawi, kok.

Jadi, kamu harus tahu kenapa belajar dengan orang yang lebih muda itu bisa jadi menyenangkan. Bahkan, menantang kita untuk lebih terpacu belajar dengan semangat. Bonusnya kan, kita bisa melihat anak muda yang segar dan enak dipandang.  Rasanya  bisa jatuh cinta lagi, deh. Ya, kan?

Maksudku, kita bisa jatuh cinta dengan belajar lagi. Menikmati ilmu dengan cara pandang yang berbeda dari anak-anak muda yang hebat. Kita akan lebih open minded. Terbuka dengan perbedaan yang hadir sebagai akibat dari perubahan

Nah, ada beberapa alasan kenapa belajar dengan orang yang lebih muda itu asyik.

Ide-ide segar

Nggak akan pernah ada yang bilang bahwa yang muda itu loyo. Vitalitas anak muda dengan ide-ide segar yang mengagumkan bikin perubahan dalam hampir semua bidang kehidupan. Seperti trend makanan yang viral dan lekas berganti dengan hal baru yang berbeda.

Inovasi yang tumbuh akibat ide-ide baru  seperti lava panas, menyembur keluar dan menghipnotis kamu yang masih stuck hidup di masa lalu. Hingga belajar dengan mereka akan membangkitkan gairah kita untuk merangkul perubahan dengan hangat.

Baca juga: Personal Branding ala IDN Creator Network yang Wajib Ditiru!

Seperti aku yang sering kehabisan ide dalam menulis, karena gaya berpikirku yang masih old-fashion banget. Alhamdulillah, isu itu dapat tertangani karena mendengarkan dan memperhatikan anak-anak milenial ini.

Bahkan, aku pernah belajar cara main game yang asyik, sehingga aku bisa menikmati waktu luangku. Seneng banget!

Semangat baru

Semua orang butuh suasana yang baru agar tumbuhlah semangat baru. Tempat baru, teman baru, atau guru baru yang lebih muda. Wajah muda dan fresh bisa jadi mood booster dalam belajar. 

Eh, bukan berarti belajar dengan guru yang nggak muda itu nggak asyik, ya? Karena aku pun tetap suka belajar dengan Prof. Quraish Shihab yang sudah nggak muda lagi. Namun, beliau punya semangat yang kupikir melampaui usianya sendiri.  

Selain itu, semangat membara anak milenial ini seperti candu. Menular. Rasa kantuk menguap pergi kalau aku duduk bersama mereka. 

Kekagumanku pada kaum milenia, seperti: Amanda Cole (Founder SayurBox), Angky Wiliam (Cofounder Stoqo), Aries Susanti (Atlet Panjat), dan kaum milenia lain yang berprestasi di bidangnya. Kaum milenia yang selalu menebarkan semangat baru untuk berbuat yang terbaik bagi nusa dan bangsa.

Merasa Lebih Muda

Pernah memperhatikan guru TK atau guru SMK? Menurutmu, mana yang terlihat lebih fresh dan easy going? Yups, kamu benar! Guru TK akan terlihat lebih rileks dibanding guru SMK. Kenapa bisa begitu, ya?

Ada beberapa alasan guru TK terlihat lebih muda dari usianya. Salah satunya adalah kurikulum TK dan sifat anak-anak TK yang lebih imut. Belum pernah ada kan anak TK yang tawuran dengan TK lain? Ups, SMK sekarang pun nggak suka tawuran, sih. Mereka lebih suka dengan prestasi dan serius untuk mengejar mimpinya. Bekerja.

Baca juga: Berkah Ramadhan Antarkan Kebahagiaan

Anyway, dunia anak TK adalah dunia bermain. Sedangkan tugas guru TK adalah bermain edukatif bersama mereka. So, kamu bisa membayangkan perbedaannya kan? Keceriaan anak-anak TK akan terukir selalu di wajah guru TK yang selalu tersenyum. Jarang marah.

Belajar bersama mereka akan membuat kita bahagia dan merasa lebih muda. Nggak pernah merasa tua meski usia selalu bertambah.

 

Lebih Mudah Memaafkan

Sebagai guru yang sering menengahi pertengkaran anak-anak, aku sangat menyadari sifat mereka yang lebih mudah memaafkan. Mereka bisa ngobrol dan tertawa bareng, meski mereka baru saja jambak-jambakan.

Masih fresh dalam ingatanku dengan perkelahian dua siswa putri di sekolahku yang melibatkan gengs di kampungnya. Kubilang gengs karena muridku itu melibatkan lebih dari tiga teman ceweknya. Serem, ya! Dan, pertengkarannya itu karena memperebutkan seorang siswa cowok di sekolahku juga.

Lomg story makes short, kami (aku, waka kesiswaan, dan guru BK) menghadirkan semua yang terlibat ke sekolah. Mereka, tentu saja, menceritakan cerita dari sudut pandang mereka, hingga mereka pun terbakar emosi dan hampir jambak-jambakan lagi di depan kami.

Kami mendengarkan cerita mereka dan menanyakan pendapat mereka terhadap perkelahian ini. Dengan malu, mereka mengakui kesalahan dan minta maaf pada kami. Mereka pun saling memaafkan dan menandatangani surat perjanjian. Setelah kami nasihati, orang tua mereka pun membawa anak-anak itu pulang.

Alhamdulillah, anak-anak memang memiliki sifat pemaaf, ya? Belum juga langkah kaki mereka keluar dari sekolah, kami sudah mendengar tawa dan canda mereka lagi. aku pun menarik napas lega.

 

Lebih Mudah Bahagia

Selain mendapatkan gaji bulanan, tawa anak-anak pasti bikin hati ini hangat. Rasanya beban seharian menguap dan terbang menjauh. Mungkin itu sebabnya, dunia tanpa anak-anak akan terasa hampa.

Sifat anak-anak yang lebih mudah bahagia dibanding orang dewasa disebabkan mereka hidup di hari ini. Ekspektasi anak-anak terhadap dunia ini pun nggak serumit kita. Mereka lebih mudah menerima keadaan dan nggak banyak menuntut kecuali apa yang bisa ia raih.

Tantangan untuk bisa lebih Baik

Memperhatikan anak-anak atau kaum milenia pasti akan membangkitkan awareness kita tentang masa depan. Tentang kehidupan lebih baik yang juga merupakan hak mereka. So, belajar dan belajar untuk jadi lebih baik adalah tantangan yang harus kita lakukan.

Paling tidak, kita bisa berkata pada generasi 5.0 ini bahwa kita pun nggak pernah berhenti belajar. Kita melakukan apa yang kita ajarkan pada mereka. Belajar dari buaian hingga maut menjemput.

Sehingga, keyakinan untuk mencapai lompatan kemajuan bagi perubahan negeri yang lebih baik itu bukan hanya wacana. Kita bisa meraihnya bersama karena kita mau saling belajar. Menjemput tantangan untuk bisa lebih baik demi nusa bangsa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa