3 Fakta Tentang Perpustakaan Daerah Lampung

fakta-tentang-perpustakaan-daerah-lampung

Ruangan itu penuh dengan rak-rak kayu yang berisi buku-buku. Sebagian besar buku-buku itu terlihat lama dan berdebu. Sebagian lagi cukup baru. Namun suasananya terasa suram. Hening. 

Begitulah perasaan yang kurasakan memasuki ruangan Perpustakaan Daerah Bandarlampung ini. Nggak ada perubahan yang berarti sejak Perpustakaan Daerah Lampung ini berdiri sekitar 30 tahun lalu.  Kecuali petugas-petugas perpustakaan yang menua, kayu-kayu yang mulai lapuk dan buku-buku yang kian berdebu.

Ini menggelitikku untuk mengungkap 3 fakta tentang Perpustakaan Lampung yang aku sendiri baru tahu. Fakta yang kuketahui kemarin, saat event yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Daerah dengan tema “Melalui Gemar Membaca di Perpustakaan, Kita Ciptakan Masyarakat Sejahtera Menuju Lampung Berjaya”. 

Acara yang diadakan tanggal 23 Desember 2020 jam 9 pagi dan dimulai jam 09.45 ini adalah acara bersama Duta Baca Lampung yang pertama kali kuhadiri. Aku bersama dua orang temanku hadir untuk mewakili Komunitas Tapis Blogger sebagai pegiat literasi. Acara yang menurutku sangat membuka wawasan tentang perpustakaan di Lampung.

Jujur saja, ini pun pertama kalinya aku melihat ruangan pertemuan di Perpustakaan Daerah Lampung di lantai dua ini. Padahal aku sering ke Perpusda sejak kuliah. Meski, sekali lagi, nggak ada perubahan yang berarti di perpusda. 

Nah, penasaran kan dengan fakta-fakta yang kudengar dari Kepala Dinas Perpustakaan Provinsi Lampung hari itu? Fakta yang mungkin agak klise, karena masih seputar rendahnya sinergitas antar lembaga. Apalagi dengan alokasi dana yang belum memadai untuk mendukung program perpustakaan daerah.

fakta-tentang-perpustakaan-daerah-lampung


Pemotongan Anggaran Perpustakaan Daerah

Anggaran Perpustakaan daerah, menurut Kadis, sekitar Rp14.8 Milyar dipotong menjadi sekitar Rp4 Milyar.Ini sih masih berkaitan dengan upaya mitigasi Covid 19. Belum lagi anggapan bahwa kebutuhan anggaran Perpustakaan Daerah yang dianggap tidak urgent. Tidak menyangkut hidup dan mati.

Padahal, dengan meningkatnya minat baca masyarakat, masyarakat akan cerdas membaca peluang untuk menambah income keluarganya. Mengetahui cara terbaik untuk memulai usaha dengan membaca buku dan mengatasi masalah bisnisnya dengan membaca buku juga. Bisa dibilang, membaca buku bisa merubah cara pandang seseorang agar lebih bersemangat dalam meningkatkan kualitas kehidupan.

Menurut pak Fahmutami Damhuri, Kasi Pemberdayaan Masyarakat Desa Tertinggal Provinsi Lampung, dana desa Rp11 Trilyun masih banyak terserap oleh infrastruktur. Hal ini menjadi perhatian oleh Presiden Jokowi. Mulai tahun 2021, dana akan lebih diprioritaskan untuk peningkatan kwalitas sumber daya manusia. 

Beliau bercerita tentang pelatihan penyuluh Pendampingan pada proyek “Menuju Desa Berjaya: Pengembangan Literasi Desa melalui Model Pendampingan pada Pilot Project Desa Sungai Langka (Pesawaran) dan Desa Umpu Kencana (Way Kanan) tahun 2019. Pelatihan ini diadakan di Jakarta dan diwakili oleh 10 orang per tim yang terdiri dari perwakilan dinas, kader literasi desa, dan pendamping desa. Sayangnya, pendanaan program ini banyak yang dipotong.

Pendampingan desa dalam program Smart Village ini sangat penting dilakukan untuk membantu masyarakat meningkatkan taraf kesejahteraan hidupnya. Seperti bagaimana membantu 60 desa di sentra jeruk Metro mengatasi produksi berlebih yang akhirnya nggak terserap pasar. 

Selanjutnya, ini mengingatkanku tentang besarnya peluang masyarakat luas untuk bersinergi dengan Perpustakaan Daerah dan pemerintah untuk mendukung program smart Village ini. Apalagi dengan adanya Perpustakaan Digital yang dapat membantu masyarakat  secara lebih massif.


Tahun 2020, Perpustakaan Daerah Lampung hanya dapat membina 2 desa dari target 30 desa

Ah, aku jujur baru tahu kalau Perpustakaan Daerah itu punya program inklusi sosial. Melakukan pendampingan ke desa-desa melalui literasi. Usaha yang dapat menumbuhkan minat baca masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Awalnya sih, kupikir, perpustakaan itu hanya gudang buku. Tempat menyimpan, membaca dan meminjam buka. Nggak ada fungsi lain.

Ternyata, perpustakaan punya program lain, yaitu inklusi sosial. Sayangnya, tahun ini hanya tercapai 2 desa dari target 30 desa yang diberikan oleh Bappeda. Hal ini karena informasi dari Bappeda baru diperoleh di pertengahan tahun.  

Selanjutnya, tercapainya inklusi sosial sebanyak 36 desa dari 2.435 desa di Lampung adalah tugas besar buat perpustakaan Daerah mengingat alokasi dana yang dipotong. Tugas yang impossible tanpa sinergitas dari seluruh lapisan masyarakat.

Belum lagi, Perpustakaan Daerah baru dapat melakukan program pendistribusian 100 buku ke 9 desa di Lampung. Masih banyak desa-desa di Lampung yang belum dijangkau Perpustakaan Daerah.

Sedangkan, program Perpustakaan Digital yang mungkin bisa jadi solusi dari hardbook ini masih terasa sulit tercapai karena belum meratanya infrastruktur di Lampung. Dari 2435 desa dan 13 kabupaten di Lampung, 700 desa masih memiliki infrastruktur sinyal internet yang lemah. Perlu naik gunung yang jaraknya jauh dari pemukiman warga untuk memperoleh sinyal internet.

Akibatnya, daya saing desa tersebut masih lemah. Biasanya sih, akses ke daerah tersebut pun masih belum baik. Seperti desa Tulumbayan yang memiliki asset wisata yang potensial. Namun akses internetnya masih sangat sulit.


Duta Bahasa Lampung belum bersinergi dengan komunitas literasi di Lampung

Duta Bahasa Lampung yang terdiri dari empat orang ini, memiliki tugas yang berat. Mereka melakukan berbagai pendampingan ke desa-desa di seluruh Lampung untuk menumbuhkan budaya baca masyarakat Lampung. 

Sayangnya, Duta Bahasa Lampung perlu bersinergi dengan seluruh komunitas yang ada di Lampung agar tujuan bersama dapat secara optimal tercapai. Saat ini sih, menurut pengakuan Dewi, salah satu Duta Lampung, mereka belum mengetahui progja dari Komunitas Literasi yang ada di Lampung. Jadi, semuanya seolah berjalan sendiri-sendiri.

Bagaimana pun, aku salut banget dengan Duta Bahasa Lampung yang juga waga milenia ini. Mereka begitu bersemangat untuk mengkampanyekan budaya membaca lewat media sosial. 


Diskusi

Menumbuhkan budaya baca di Lampung adalah tugas seluruh masyarakat Lampung. Bukan hanya tugas pemerintah atau Dinas Perpustakaan Daerah Lampung. 

Untuk itu, perlu diskusi yang arif dari semua komponen masyarakat yang berkepentingan. Duduk bersama dengan perwakilan pemerintah untuk mencari solusi masalah ini. Bagaimana pun perubahan pemahaman yang positif akan memberi peluang aksi nyata yang lebih baik. 

Semoga dengan sinergitas yang baik dari semua pihak terkait, target Lampung Berjaya akan tercapai. Insya Allah.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

RPP Bahasa Inggris Kelas XI KD 3.4 Invitation Letter