Cerita Darmi

Rasa Syukur


“Mak minta uang!” Darmi menoleh dan menyerahkan uang ke tangan Jali, putra sulungnya yang menyodorkan tangan ke arahnya. “Kok, hanya segini?!” Jali melambaikan uang lima ribuan itu di depan wajah Darmi.

“Sabar Nak. Ibu belum dapat penglaris.” Darmi tersenyum ke arah Jali. “Besok ibu tambah kalau dagangan ibu laris. Insya Allah.” Jali merebut dompet yang ada di tangan ibunya dan mengambil selembar dua puluh ribuan. “Jangan diambil, Nak. Itu buat beli daun untuk lontong.”

“Kan Mamak bisa ngutang. Aku perlu uang buat cari kerja. Ini juga masih kurang. Makan apa uang segini.” Jali menggerutu, tak menghiraukan ibunya. “Aku ngambil rokok dan roti di warung Andi. Mak, yang bayar!” Jali membalikkan tubuhnya sambil menyambar potongan kue dagangan ibunya. Memakannya sambil berjalan. Darmi memandang punggung anaknya dengan sedih. “Tega sekali kamu, Nak,” gumamnya.

“Bu, yang sabar ya.” Hibur bu Ani, langganan pecel yang duduk di hadapannya. Menunggu pecelnya yang sedang diuleg. “Kita memang harus lebih sabar menghadapi anak-anak zaman sekarang.” Lalu, mereka bertukar cerita. Bu Ani bercerita tentang anak-anaknya yang merantau di Jakarta dan jarang pulang ke Lampung.  Dan, Darmi bercerita tentang anak dan cucunya yang masih ia tanggung hidupnya.

“Emang anak ibu tidak bekerja?” Bu Ani menatapnya heran. ”Bagaimana bisa anak yang sudah berkeluarga masih minta pada ibunya yang sudah tua?” Darmi menghembuskan napas sambil mengaduk sayur di bumbu yang sudah ia uleg.

“Sudah bekerja. Tapi hasilnya belum mencukupi.” Darmi menyeka peluh di dahinya. “Anak – anaknya banyak. Masih sekolah semua. Sementara Jali  itu kadang kerja kadang enggak. Jadi, ya, gitu,” katanya lagi sambil menabur kerupuk di atas pecel yang sudah jadi. Bau harum bumbu pecel menyeruak di depannya. Ia tersenyum dan menyodorkan pecel bikinannya pada bu Ani. “Silakan makan, Bu.”

“Makasih, Bu Darmi.” Sejenak kemudian bu Ani sibuk menikmati pecelnya sambil bercerita tentang cucu – cucunya yang lucu dan liburan mereka di Singapura bulan lalu. Darmi hanya tersenyum dan mengangguk. Sesekali menimpali dan mengiyakan, meski ia tak tahu persis apa yang bu Ani ceritakan. Jangankan liburan ke Singapura, liburan ke Pahawang pun belum pernah. Tapi, ia menikmati percakapannya dengan bu Ani. Seperti langganannya yang lain, bu Ani senang bercerita tentang kehidupan keluarganya. Kadang ia mendengarkan sambil mengulek bumbu pecel pesenan atau bikin kopi buat langganannya. Mendengarkan cerita mereka seperti melihat kehidupan lain selain kehidupan keluarganya. Kehidupan keluarga dari perkawinan ke dua yang ia arungi lebih dari 20 tahun. Sebelumnya ia telah menikah selama 20 tahun dan memiliki 5 orang anak. Satu putra dan empat putri. Dari yang ke dua ini ia tak memiliki anak. Mas Sarjo, suaminya yang ke dua adalah seorang pemuda perantauan yang sering makan di warung pecelnya. Suatu hari Mas Sarjo bilang suka padanya, meski usia mereka terpaut 14 tahun. Mas Sarjo juga bilang mau mengurusnya dan anak – anaknya. Untuk membuktikan rasa sukanya Mas Sarjo menikahinya. Sampai hari ini.

“Dek, ini airnya diletakkan di mana?” Darmi menoleh mendengar suara suaminya. Mas Sarjo sedang membawa dua ember yang akan Darmi gunakan untuk mencuci piring.

“Letakkan di sana, Mas. Dekat meja,” Darmi menunjuk dengan dagunya. Ia masih menguleg bumbu pecel untuk pesanan langganannya di pasar ikan.

“Capek, Dek? Udah makan?” Mas Sarjo memandangnya dengan pandangan yang sama seperti dulu. “Nanti kita beli sayur aja, ya? Nggak usah masak.” Mendengar ucapan suaminya Darmi tersenyum. Hidup ini pun tak seburuk yang terlihat. Ia hanya perlu bersyukur.

#ODOP


Komentar

  1. Oh..meleleeeeh..syuka ceritanya love love love

    BalasHapus
  2. Jadi ingat Ibukuuuuuu😭😭😭😭.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga ibu kita selalu sehat dan bahagia. Aamiin

      Hapus
  3. Sedih dan bahagia satu paket dalam kehidupan
    Indahnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya mbak. Bisa menghargai bahagia karena pernah merasakan kesedihan. Terima kasih mb

      Hapus
  4. Seorang ibu memang pengertian banget sama anaknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak. ibu emang the best. thanks sudah mampir

      Hapus
  5. Mau Tanya, penglaris apa pelaris?

    BalasHapus
  6. Hidup ini hanya harus banyak bersyukur. keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mb. Bersyukur itu kunci bahagia, kan? Makasih udah mampir mb

      Hapus
  7. Terima kasih untuk pembelajaran luar biasa dalam cerita ini kak🙏😊

    BalasHapus
  8. Aku tunggu kelanjutam crritanya mbak. Menarik ini dari sisi Jalinya. Hehehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa