Yasmin


MIMPI DAN HARAPANKU

Yasmin berumur lima belas tahun dan duduk di kelas  X TKJ 2 di salah satu SMK swasta di Bandar Lampung. Ia tinggal bersama pakde dan budenya, yang biasa ia panggil emak dan babe sejak bayi. Sementara ayah dan ibukandungnya tinggal di Bekasi bersama ke dua kakaknya. Meski Yasmin tidak tinggal bersama ayah dan ibu kandungnya, Yasmin tetap berusaha mengunjungi ayah dan ibunya saat liburan. Meski hampir tak pernah berkomunikasi dengan rutin , Yasmin yakin kebaikan mereka selalu ada bersamanya.Sebenarnya  emak dan babe mengijinkan Yasmin jika ia ingin tinggal di rumah ayah dan ibu kandungnya, tapi Yasmin tidak bisa meninggalkan emak dan babe yang telah merawatnya selama ini.

“Tidak apa-apa , Mak. Yasmin tinggal sama emak dan babe di sini.” Senyum Yasmin. “Yasmin berharap bisa menemani emak dan babe. Kalau ayah dan ibu kan sudah dijaga kakak Ari dan Kakak Ali.”
“Ya sudah, nak.” Kata babe sambil memandangku,”Kalau kamu kangen ayah dan ibu mu bilang dengan babe dan emak ya. Nanti kami antar ke Bekasi.” Aku mengangguk.
“Sudah malam. Kalau sudah selesai tugasnya langsung tidur ya.” Babe mengusap rambutku.
“Emak letakkan teh di meja. Masih hangat. Diminum.” Kata emak, “Emak dan babe mau tidur dulu. Besok pagi mau ke pasar.”
“Ya mak , be. “ jawabku sambil terus mengerjakan PR ku. Kulihar emak dan babe melangkah ke kamar mereka sambil berpegangan tangan. Ah, hal yang sangat kusuka dari emak dan babe adalah kedekatan mereka. Aku hampir tak pernah mendengar mereka bertengkar. Mereka saling menghormati satu sama lain. Hal itu juga yang menjadi salah satu alasanku tinggal di rumah ini. Berbeda dengan rumahku yang lain di mana aku hampir tak pernah tidak mendengar pertengkaran. Ayah juga senang sekali main tangan terhadap ibu. Sementara ibu selalu membantah apapun yang ayah katakan.
“Yasmin, nanti kalau kamu sudah berumah tangga jangan jadi seperti ibumu yang tidak menghargai suami. Meremehkan suami. Istri tidak tahu diri, “ kata ayah saat aku baru duduk di sofa di ruang tengah
“Jangan dengarkan ayahmu, Yasmin. Bapakmu itu, apa?! Tidak bisa cari uang. Kerjanya hanya keluyuran ke sana – kemari. Tidak ada hasil. Belagak yang bisa cari uang.,” timpal ibu garang dengan suara meninggi. Ibu berdiri di ruang tengah sambil berkacak pinggang. Sementara  ayah yang sedang makan, mengangkat wajahnya. Melotot ke arah ibu.
“Perempuan tak tahu diri!” kata ayah sambil melempar nasi yang ada di tangannya kea rah ibu berikut piringnya. Ibu mengelak tepat sebelum piring itu mengenai wajahnya. Nasi dan lauk yang baru separuh dimakan bapak berserakan di lantai ruang tamu.
“Bisamu hanya marah,” ibu tersenyum sinis ,” Begitu itu ayahmu, Yasmin. Dasar laki- laki tidak berguna!”
Kulihat ayah berdiri di depan ibu. Matanya merah. Tangannya mengepal.
“Kenapa? Mau memukulku?!” tantang ibu. “Ayo, kalau berani!”
Ayah menatap ibu dengan marah.
“Ayah!” jeritku keras melihat tangan ayah yang hampir memukul ibu. Lalu kudengar suara meja dibanting dan pintu yang ditendang dengan kerasnya. Ayah tidak jadi memukul ibu tapi ayah membanting meja ke dinding dan menendang pintu hingga rusak. Aku mendekati ibu yang masih berdiri dan memegang lengannya. Menuntunnya untuk duduk di sofa di sampingku. Ku ambil air putih dan kuminta ibu untuk meminumnya perlahan – lahan agar ibu tenang.
“Ayahmu memang selalu seperti itu. Tidak pernah berubah. Selalu kasar pada ibu dan kakak – kakak mu.” Ibu mengusap telapak tangannya ke wajahnya. Yasmin hanya bisa duduk di samping ibunya, mengusap pundaknya dengan sayang.
Yasmin mengusap wajahnya. Menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Tak ada yang ia bisa lakukan. "Hibungan ayah dan ibu memang sudah tidak baik sejak lama, "kata kak Ari. "Entahlah, " lanjut kak Ari saat. " Ayah dan ibu selalu bertengkar untuk masalah yang sebenarnya sederhana. Hanya karena handuk yang salah diletakkan saja, ibu bisa marah tak berkesudahan." Yasmin memandang kakaknya yang kini sudah duduk duduk di semester 5 jurusan mesin itu dengan sayang. "Kakak kaadang bosan melihat mereka bertengkar."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Resensi Buku: Inteligensi Embun Pagi

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa