Postingan

Review The Bonesetter's Daughter karya Amy Tan

Gambar
Novel setebal 383 halaman ini membuatku teringat akan ungkapan lama, "Kata-kata buruk itu tidak mematahkan tulangmu, atau menggores kulitmu, tapi membunuhmu perlahan-lahan" . Ya, buku yang banyak berbicara tentang kehidupan keluarga keturunan Cina yang hidup di Amerika untuk mengubah nasib ini sarat dengan penyesalan, kesedihan dan kemarahan karena kata-kata yang diucapkan dan tidak diucapkan.  Kata -kata yang berdasar atas kepercayaan dan pemahaman keluarga Cina yang meski sudah membaur dan beradaptasi dengan budaya Amerika, tetapi tetap membawa budaya dan kepercayaannya, seperti: kepercayaan pada hantu, tahyul, dan nasib buruk yang disebabkan perbuatan masa lalu. Novel yang sarat dengan pesan tentang hidup yang dituturkan oleh LuLing Young dan Ruth Young dengan keluguan seorang pencerita yang seakan baru mengenal dunia baru. Dunia yang berbeda dari desanya di Jantung Abadi. Pesan bahwa dalam hidup ini kebahagiaan itu bukanlah dari kebencian, ketamakan akan harta, atau

Ulasan Novel "The Memory Keeper's Daughter" karya Kim Edwards

Gambar
Dalam hidup, kita terkadang tidak menyadari bahwa satu keputusan yang kita buat akan mempengaruhi hidup kita dan orang-orang di sekitar kita untuk selama-lamanya. Hingga penyesalan yang datang seperti ombak. Bergulung-gulung. Hidup pun akan seperti laut. Tenang, dan menyimpan badai. Menurut saya, cinta adalah alasan dari sebuah kehidupan. Tak ada yang klise dari kata abadi ini jika pengetahuan yang dalam menyertainya. Sayangnya, perasaan ini datang lengkap dengan emosi lain yang melingkupinya. Marah, kecewa, kesal, benci, sayang dan rindu. Emosi yang bisa mengaburkan logika. Emosi yang menjadikan seseorang bisa disebut manusia biasa. Manusia biasa yang berusaha meraih kebahagiaan dengan cara pandangnya masing-masing. Cara pandang yang didasari pengalaman hidup, pengamatan, dan pengetahuan kita.  Hal yang mungkin saja terefleksi dalam sebuah karya, seperti novel “The Memory Keeper’s Daughter karya Kim Edwatds.  Sinopsis Novel “The Memory Keeper’s Daugter karya Kim Edwat

Menulislah dan Bahagia, Kelak Kamu Menjadi Kenangan

Tabik pun, Menjelang akhir tahun ini, aktivitas semua orang mencapai titik tertinggi. Hampir semua profesi berusaha menuntaskan target tahunan yang telah disusun di bulan-bulan sepanjang tahun. Belajar, kuliah, bekerja, menyusun laporan, audit, resolusi, target dan rencana-rencana lain yang menyertainya.  Siklus yang terus berulang sepanjang hari.  Sepanjang tahun. Selama napas masih berhembus, semua masih berjalan. Sesuai perannya. Seperti juga saya yang seorang guru, dan murid di sekolah tempat saya bekerja selama beberapa tahun ini. Hari ini pun, saya dan teman-teman melakukan tugas kami sebagai guru dan murid di sekolah. Kami mengikuti workshop tentang Penilaian Mutu Pendidikan High Order Thinking Skill (HOTS) dengan pembicara dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, bu Sumarsih, M.Pd. Pengawas sekolah kami yang baru, menggantikan pak Setyo. Target workshop hari ini adalah menghasilkan perangkat pendidikan yang sesuai dengan peraturan dirjen 462 tahun 2018 yang mengatur tenta

Sekolah Relawan, Sebuah Solusi Permasalahan Bangsa

Pasar Koga, salah satu pasar tradisional di Bandarlampung terlihat sepi. Saya adalah satu-satunya pembeli di sebuah Toko Kelontong Mak Inul, langgananku yang dulu ramai pembeli.  Pedagang yang lain, saya lihat sedang mengobrol tentang banyak hal. Tentang sulitnya membayar tagihan sales, naiknya harga beras, hingga kemiskinan yang menyebabkan banyaknya pengemis yang berkeliaran di pasar.  Sehari ini saja, saya melihat ada 6 orang pengemis yang sudah berada di posnya masing-masing. Ya, mereka punya tempat biasa untuk duduk dan mengemis. Seperti layaknya pedagang yang punya lapak di pasar.  Mereka pun punya tempat, waktu dan cara mengemis yang khas. Saya sering memperhatikan mereka ada di tempat yang sama, jam yang sama di hari-hari tertentu, dan menggunakan pakaian khas pengemis untuk memperoleh simpati untuk mendapatkan uang sedekah.  Seolah mereka pekerja professional yang punya ritme kerja dengan jadwal teratur. Profesi pengemis. Hal yang memprihatinkan mengingat profesi ini adalah

Aku Bisa, Kamu pun Bisa!

Gambar
gambar guru-guru dari Sukarame saat acara puncak PGRI, 9 Desember 2019  di Kwarcab Pramuka Rajabasa Bandarlampung Pagi itu pak Riyanto, kepala SMK BLK Bandarlampung yang juga koodinator acara PGRI di Bandarlampung meminta kami untuk ikut meramaikan acara puncak PGRI di Rajabasa. Perlombaan tarik tambang, kasti, dangdut solo song, paduan suara dan lomba-lomba lain. Perlombaan ini akan dihadiri oleh walikota Bandarlampung, pak Herman HN. Acara yang diadakan untuk membina persahabatan antar guru se-Bandarlampung ini membuktikan bahwa apa pun bisa kita lakukan asalkan kita punya semangat. Mengapa kubilang begitu? Pak Riyanto, yang juga kepala sekolah tempatku mengajar ini meminta kami untuk ikut lomba pada hari Jumat, 6 Desember 2019. Sedangkan lomba diadakan hari Senin, 9 Desember 2019. So, teman-teman ikut lomba tanpa persiapan. Beda dengan guru-guru dari sekolah lain yang sudah bersiap-siap dan berlatih sebelumnya. "Gimana, Pak, kami belum latihan." kat

Seruit, Lampung, dan Kenangan yang Hilang

Gambar
Yeay.. sebentar lagi tahun baru ya, gaes.. Pasti sudah berencana untuk liburan atau jalan-jalan sekedar rekreasi. Melepas kepenatan, agar lebih semangat di tahun baru 2020. Anyway, ngomongin jalan-jalan, tak akan terlepas dengan bekal makanan.  Aku sih, terbayang makan nasi hangat dengan sambal seruit ala Lampung dengan ikan segar yang dibakar sendiri. Angin pagi pantai mengentuh wajah. Ombak pantai Mutun yang landai berkejaran menuju ujung samudra.  Burung-burung laut beterbangan di atas kepalaku. Sementara lidahku menikmati kelezatan seruit khas Lampung. Pedas yang bikin hati berlinang bahagia. Maknyus. seruit sambal mangga Pepatah lama mengatakan bahwa kita dapat membahagiakan seseorang dengan memenuhi kebutuhan perutnya. Well, ungkapan yang tak salah, menurutku karena kita akan senang saat lidah bergoyang dengan makanan yang lezat. Benar, kan? Kamu tahu, saat pertama kali aku mendengar cara makan seruit ini, aku agak khawatir juga. Apakah aku doyan, karena makan seruit

Tanah Kelahiranku, Lampung dan Sebambangan

Gambar
sumber gambar: Facebook. Gambar pernikahan adat Lampung Tabik pun, Selamat malam teman, di mana pun kamu membaca tulisan ini. Semoga kesehatan selalu tercurah padamu. Mungkin kamu heran dan tidak tahu tentang kata “Tabik pun”, kata yang biasa diucapkan warga Lampung saat membuka suatu acara, sebagai salam pembukaan. Salam yang dijawab dengan ucapan “Iya pun.” Bicara tentang Lampung, sebagai warga Lampung, aku yang tinggal dan besar di Lampung ini harus banyak belajar.  Mengingat beragamnya suku yang membaur di Lampung, akan sulit menemukan warga Lampung berbicara dengan menggunakan bahasa Lampung. Entah apa penyebabnya.  Meski aku tinggal di Kedaton, Bandarlampung yang notabene banyak ditempati oleh warga asli Lampung, tak ada dari mereka yang secara terbuka bicara dalam bahasa Lampung.  Mereka tidak berkomunikasi dengan bahasa Lampung kecuali dengan kerabat dari kampung yang sama. Aku malah lebih sering denger orang Lampung ikut-ikutan ngomong bahasa Jawa.  Aku send