Postingan

Pejuang Koin di Tanah Koga

Gambar
Koga, nama sebuah pasar tradisional yang sudah ada jauh sebelum aku lahir. Bahkan emakku yang lahir di  tahun 1956 sempat merasakan masa kanak - kanak berjualan minyak tanah di pasar Koga. Pasar Koga yang awalnya merupakan barak tentara Korem Bandar Lampung. Ya, Pasar Koga kata emakku merupakan satu - satunya pasar milik Korem di Bandar Lampung. Pasar  yang sempat jaya di tahun 90an. Sebelum kebakaran di akhir tahun 90an terjadi. Sebelum toko modern dan pasar online marak dan mendominasi perputaran ekonomi saat ini. sumber gambar clipart portal Kenangan di tahun 1990an Aku masih ingat masa kecilku berjualan di pasar. Membantu ibu yang memang berprofesi pedagang. Beberapa kali ibu beralih produk dagangan, dari jualan baju, sayur asam, sayur - sayuran, cendol, pecah belah, bunga, sembako dan akhirnya sejak tahun 2000an ibu jualan mainan. Aku sempat merasakan betapa ramenya jualan di tahun 90an. Saat jualan sayur, ibu dan bapak ke pasar Gintung jam 1 dini hari. Belanja.

Puisi Buat Asap Rumahku

Pagi itu kau bilang padaku tentang sebuah cerita yang hilang. Cerita tentang halaman rumahmu yang terbakar berikut rumahmu. Terbakar bersama buku – buku dan tas belajarmu yang akan kau bawa esok hari. Lalu, kau katakan pada gurumu. “Pak, Bu, maafkan saya. Buku dan tasku terbakar. Bahkan baju dan rok pemberian sekolahku pun ikut terbakar.” Bapak dan ibu guru menepuk bahumu, dan berkata, “Nak, bagaimana dengan rumahmu? Sekarang kamu tinggal di mana?” “Aku tinggal bersama tetanggaku, Pak. Tetanggaku juga memberiku buku dan pena untuk kubawa sekolah hari ini. Emak bilang, buku dan pena itu lebih penting dibanding yang lain.” Kamu tersenyum dan mengangguk. ”Tapi tetanggaku juga memberiku dan emakku makan.” Kamu menepuk perutmu. Aku lihat tanganmu yang sedikit melepuh. Aku ingin menyentuhmu. Menghiburmu. Tapi, aku ingin melakukan lebih dari itu. Aku juga ingin menangis untukmu. Sepanjang pelajaran berlangsung, aku hanya memperhatikanmu. Melihatmu yang terkadang terbatuk – batu

Fenomena Asap di Musim Kemarau

Saya baru saja membaca berita  di CNN Indonesia tentang mendaratnya pesawat Presiden Jokowi di tengah kabut asap kebakaran hutan dan lahan di  Bandara Sultan Syarif Kasim II, kota Pekan Baru Riau, pada pukul 18.30 WIB. Asap yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan karena ada di atas ambang batas (NAB) harian PM10 sebesar pg/m3. Kualitas udara di kota Pekan Baru sendiri naik hingga 300 mikrogram per meter kubik(pg/m3). Kualitas udara yang tidak menyehatkan bagi mahluk di sekitarnya. Sesaat saya sempat merasa beruntung karena tinggal jauh dari kawasan kebakaran hutan. Jauh dari asap. Kelegaan yang membuat merasa bersalah. Seakan saya tidak peduli dan prihatin dengan keadaan saudara - saudara saya di Pekan Baru. Tapi, apa yang bisa saya lakukan? Saya hanya seorang anggota masyarakat biasa yang tinggal di Bandar Lampung. Saya hanya satu dari 8,289 juta di tahun 2017 (google data). Mungkin tak berarti. Lalu, saya teringat kata seorang guru saya yang mengatakan bahwa semua orang i

Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa

Gambar
Gambar novel Kembara Rindu yang selesai kubaca dalam 6 jam hari ini Minggu, 15 September 2019. #odopBatch7 Resensi Novel Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa 14 September 2019 #Resensi  Buku Kembara Rindu: Dwilogi Pembangun Jiwa Kisah Novel dengan Latar Belakang daerah Lampung yang Menginspirasi  Oleh : Yoharisna Novel yang diramu apik oleh Habiburahman el Syirazi yang telah menerima banyak penghargaan  ini menceritakan tentang kisah seorang santri dengan mengambil latar Lampung, Cirebon dan Kuningan. Kental dengan nuansa religius kesantrian yang menawarkan cinta akan pondok pesantren, kyai dan mengaji Al quran.  Cinta yang muaranya ditanamkan oleh keluarga.  Cinta yang memerlukan sebuah proses perjalanan berliku sebelum kembali pada yang Pemilik-Nya. Allah. "Kita seperti orang berpergian di dunia ini, orang yang mengembara. Dunia ini bukan tujuan kita Tujuan kita adalah Allah. Kita harus memiliki rasa rindu yang mendalam kepada Allah. Dan Allah akan

Sebuah Perjalanan Membeli Buku Kembara Rindu

Sebagai seorang guru, aku menyadari bahwa mencintai tanah kelahiran adalah keniscayaan. Kesadaran yang membawaku mencatat perjalanan singkatku membuktikan rasa cintaku. Mengenal tanah Lampung melalui sebuah karya anak bangsa, Kembara Rindu. Buku yang ditulis oleh seorang Habiburahman el Syirazi. Kang Habib yang dikenal dengan tulisannya yang mendunia dan diakui oleh pembaca. Bahkan beberapa tulisannya telah diangkat ke layar lebar. Bicara tentang sebuah karya merupakan suatu bentuk apresiasi yang bisa kita lakukan untuk melestarikan budaya kebaikan di masyarakat, terutama budaya menulis. Sebuah karya yang dapat mengabadikan keadaan masyarakat yang tersaji dalam tulisan. Karya Kang Habib yang mengabadikan keindahan dan keunikan tanah Lampung ini pun harapannya dapat menjadikan masyarakat Indonesia lebih mengenal Lampung. Mencintai dan menghargainya. Sekarang, aku akan menceritakan perjalananku membeli buku Kembara Rindu ini. Begini ceritanya.. Pagi itu Minggu, tanggal 8 Septembe

Sinopsis Metamarphosis’ Kafka

Gambar
page 17 of 41  Metamorphosis by Franz Kafka translated by Ian Johnston Gregor mendapati dirinya terbangun dari tidurnya. Terkejut melihat tubuhnya berubah menjadi seekor laba – laba. Gregor menutup matanya, dan membukanya kembali. Ini bukan mimpi, pikirnya. Dalam letihnya, ia berusaha tidur di sisi kanannya. Tapi, tubuhnya selalu membalik ke punggungnya. Kaki – kaki kecilnya bergerak tak beraturan. Gregor merasakan sakit tak terkira di tubuhnya. Sebagai seorang sales keliling yang banyak menghabiskan waktu di jalan, ia berhak beristirahat. Ia pun kembali merebahkan punggungnya ke tempat tidur. Kamar yang ia tempati selama lima tahun ini terasa kecil untuk ukuran tubuhnya. Tapi, ia berusaha untuk tidur. Sayangnya, adiknya datang dan mengetuk pintu. Disusul ibu dan ayahnya. Mereka khawatir. Biasanya ia sudah mengejar kereta yang berangkat jam 7 pagi. Beberapa saat kemudian managernya pun datang. Karena Gregor tak kunjung membuka pintu kamarnya, mereka membuka pintu dengan bant

Painem, Perempuan Plastik

Gambar
Painem, Perempuan Plastik by Yoharisna sumber gambar dari google, modifikasi.com Cerita pendek yang berkisah tentang seorang anak urban yang merasa tinggal di kampung. Ibunya seorang asissten rumah tangga yang buta huruf yang mengira bahwa dunia ini hanya berisi orang baik dan jujur. Painem, yang merupakan tokoh sentral cerita masih berusia sekitar 5 tahun, dan juga belum bisa membaca. Sebagaimana anak lain, Painem memandang bahwa hidupnya adalah ibunya .  Painem mengerjapkan matanya yang basah . Sisa air hujan yang semalaman menetes dari atap rumahnya yang sudah bolong - bolong. Tangannya berusaha meraih kain yang biasanya teronggok di tikar plastik yang ia duduki. Tikar plastik yang juga ia tiduri selama ini. Ia ingat tikar ini hadiah ibunya saat ia pulang dari Bandar Lampung. Ibu bercerita bahwa saat   itu sudah malam dan ibu terjebak macet. Rasa lelah dan kantuk membuat ibu menginap di mushola yang lantainya basah . Ibu duduk di sudut mushola dan melihat seorang n